Terdapat beberapa tantangan utama dalam penerapan SSA yang perlu menjadi perhatian
Jakarta (ANTARA) - Penyedia jasa akuntan, perpajakan, dan konsultan RSM Indonesia menilai aturan baru transfer pricing atau penentuan harga transfer yang baru dirilis oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) perlu disikapi dengan hati-hati.

Aturan tersebut dirilis dalam panduan tentang Amount B dari Pilar Satu yang disebut Simplified and Streamlined Approach (SSA). SSA bertujuan untuk menyederhanakan transfer pricing dengan mengurangi kompleksitas dan meningkatkan kepastian pajak bagi perusahaan multi nasional.

“Terdapat beberapa tantangan utama dalam penerapan SSA yang perlu menjadi perhatian,” kata Partner Tax RSM Indonesia Salil Goyal di Jakarta, Sabtu.

Tantangan yang dimaksud mencakup karakterisasi pola fakta dan kriteria kualifikasi, perbedaan ekspektasi otoritas pajak mengenai pengembalian penjualan, serta penyelesaian sengketa di mana SSA dapat menukar sengketa benchmarking dengan sengketa karakterisasi.

Kemudian, kemampuan sumber daya otoritas pajak mengimplementasikan mekanisme penyelesaian sengketa SSA, kesesuaian informasi keuangan dan ekspektasi bea cukai, risiko valuta asing (valas), dan kriteria kualifikasi di mana biaya operasional harus berada dalam rentang 3-30 persen.

Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, RSM merekomendasikan sejumlah langkah yang bisa diambil oleh perusahaan. Pertama, memastikan grup memahami di mana SSA dapat diterapkan dalam operasinya.

Kedua, meninjau dan mengonfirmasi karakterisasi aktivitas distribusi untuk memastikan kesesuaian dengan SSA. Ketiga, mengonfirmasi pendekatan di setiap yurisdiksi untuk memastikan kepatuhan lokal. Keempat, mengidentifikasi sumber data keuangan yang relevan untuk analisis dan pelaporan.

Kelima, mempertimbangkan apakah penggunaan streaming praktis untuk implementasi SSA. Keenam, melakukan pemodelan dampak untuk memahami implikasi keuangan dari penerapan SSA. Ketujuh, memahami perubahan yang diperlukan untuk distributor dan pihak lawan bisnis dalam penerapan SSA.

Kedelapan, melibatkan pemangku kepentingan untuk mendapatkan dukungan dan memastikan pemahaman yang baik tentang SSA. Kesembilan, meninjau dan memperbarui dokumentasi untuk mencerminkan penerapan SSA dan perubahan terkait. Terakhir, menganggap SSA sebagai isu yang harus terus dipantau dan diperbarui sesuai dengan perkembangan dan perubahan regulasi.

Untuk diketahui, transfer pricing digunakan untuk menetapkan harga dalam transaksi antara perusahaan yang tergabung dalam satu grup atau yang memiliki hubungan istimewa.

Pendekatan SSA diharapkan akan memberikan panduan yang lebih jelas dan sederhana bagi organisasi multinasional dalam menetapkan harga transfer mereka, sekaligus mengurangi risiko sengketa pajak dan meningkatkan kepastian bagi semua pihak yang terlibat.

Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menerbitkan regulasi yang mengatur soal transfer pricing, yakni melalui Peraturan Presiden (Perpres) 77/2019 yang mengatur terkait dengan Multilateral Instrument (MLI).

Revisi yang dilakukan melalui Perpres 63/2024 itu mencerminkan komitmen Indonesia untuk memperkuat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia dengan negara lain yang tercakup dalam MLI.

Regulasi itu diharapkan dapat menutup celah penghindaran pajak yang sering terjadi, termasuk dalam skema transfer pricing. Di samping itu juga untuk memperkuat transparansi dan keadilan sistem pajak internasional di Indonesia serta memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak yang adil berdasarkan pendapatan yang mereka hasilkan di Indonesia.

Baca juga: IPO dinilai sebagai langkah positif kembangkan perusahaan usai pandemi
Baca juga: Survei: Kasus fraud dan penyelewengan aset melonjak di tengah pandemi
Baca juga: Insentif pajak dinilai efektif ringankan WP terdampak COVID-19


Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024