Jakarta (ANTARA News) - Selama sengketa internasional yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina, Krimea adalah wilayah yang telah diperebutkan sejak ribuan tahun.
Hal apakah yang membuat semenanjung ini begitu diinginkan dalam peta geopolitik? Berikut lima fakta mengenai Krimea seperti dilansir LiveScience.
Krimea adalah wilayah semiotonom
Krimea telah menjadi bagian dari Ukraina sejak 1954. Pemimpin Uni Soviet saat itu, Nikita Khrushchev "memberi" wilayah ini pada Ukrania yang kemudian menjadi bagian dari Uni Soviet hingga negara ini bubar pada 1991.
Sejak saat itu, Krimea menjadi wilayah semiotonom dari negara Ukraina yang memiliki ikatan politik kuat dengan Ukraina, namun memiliki ikatan budaya yang kuat dengan Rusia.
Krimea memiliki badan legislatif sendiri -Dewan Tertinggi Krimea beranggotan 100 wakil rakyat- dan kekuasaan eksekutif yang dipegang Dewan Menteri yang dipimpin seorang ketua yang berkuasa atas persetujuan Presiden Ukraina.
Pengadilan adalah bagian dari sistem peradilan Ukraina dan tidak memiliki otoritas otonom.
Iklim Krimea dan geografi
Wilayah Krimea hampir seluruhnya dikelilingi Laut Hitam dan mencakup area seluas 26 ribu km persegi. Semenanjung ini terhubung dengan daratan Ukraina oleh tanah genting Perekop.
Krimea yang terletak sekitar 322 kilometer dari barat laut Sochi yang baru saja menggelar Olimpiade Musim Dingin 2014 di Rusia, memiliki iklim yang sama sepanjang tahun. Inilah (iklim) yang menjadi alasan utama mengapa para pemimpin Rusia bersikeras menjaga Krimea tetap di wilayah mereka, Laut Hitam adalah pelabuhan air hangat Rusia.
Meskipun seluruh dunia mengakui Krimea bagian dari Ukraina, Angkatan Laut Rusia telah membangun pangkalan armada laut yang ditempatkan di Sevastopol (bagian selatan Krimea) sejak akhir 1700-an. Pada 2010, Rusia menegosiasikan kesepakatan yang membolehkan negara itu membagi semua hal penting di Sevastopol dengan imbalan diskon 40 miliar dolar gas alam dari Rusia.
Gas dan biji-bijian
Di luar kepentingan strategis dengan Ukraina, wilayah Krimea cukup rumit karena berlimpah sumber pangan namun langka sumber daya tertentu.
Ukraina disebut "keranjang roti Rusia" selama berabad-abad karena menghasilkan biji-bijian yang diperlukan kekaisaran para Tsar di Rusia.
Bahkan saat ini, Ukraina adalah salah satu produsen jagung dan gandum terbesar di dunia, dan sebagian besar terdapat di Krimea. Berdasarkan data dari pemerintah Ukraina, lebih dari 50 persen ekonomi Krimea dikhususkan untuk industri produksi pangan dan distribusi.
Namun, iklim yang semi kering membuat Krimea (yang juga tujuan wisata populer para wisatawan) harus bergantung pada Ukraina dalam soal air, kira-kira 70 persen.
Kemudian, gambaran soal energi di Krimea dan Ukraina juga rumit. Menurut CNN, Krimea bergantung pada Ukraina soal listrik, dan Eropa menggantungkan 25 persen kebutuhan gas alamnya kepada Rusia. Selain itu, gas alam yang dikirim Rusia ke wilayah Eropa melalui jaringan pipa yang berada di seluruh lanskap Ukraina.
Itulah mengapa ketidakstabilan di wilayah ini menyebabkan gelombang yang mengejutkan pasar energi dunia di mana 3 Maret lalu harga minyak mentah naik 2,33 dolar AS per barel akibat sentimen agresi Rusia di Krimea.
Perang Krimea
Wilayah Krimea tak pernah stabil. Sepanjang sejarah, Krimea telah diduduki bangsa Yunani Kuno, Roma, Gotik, Hun, Turki, Mongol, Venesia dan Nazi Jerman.
Pada 1853 -1856, Perang Krimea mengguncang daerah itu. Prancis, Inggris dan Kesultanan Turki melawan Rusia untuk menguasai Krimea dan Laut Hitam. Rusia kalah dan menyerahkan klaimnya soal semenanjung ini namun bukan sebelum kota-kota dan desa-desa Krimea porak poranda.
Sekalipun mengakibatkan kehancuran, Perang Krimea membawa sejumlah kemajuan. Florence Nightingale dan ahli bedah Rusia berhasil memperkenalkan metode keperawatan modern dan cara merawat di medan perang yang masih digunakan sampai sekarang.
Kemajuan lainnya, dihapuskannya sistem perbudakan di Rusia di mana petani terikat untuk melayani pemilik tanah sekalipun ia tentara, pada abad pertengahan. Lalu, penggunaan fotografi dan telegraf dalam perang.
Pengaruh Suku Tatar Krimea
Sebagai bukti bahwa masa lalu tidak pernah benar-benar lenyap, Anda perlu melihat lebih jauh Krimea yang menjadi tanah air kelompok etnis kuno Tatar.
Terutama bagi Muslim, Tatar Krimea berperan dalam membuat semenanjung ini sebagai salah satu pusat budaya Islam. Para muslim ini juga dikenal sebagai pedagang budak.
Tatar tidak benar-benar melupakan Perang Krimea atau konflik-konflik setelahnya. Banyak orang Tatar yang mengungsi dari wilayah ini.
Pemimpin Soviet Joseph Stalin membuat Tatar sengsara dengan menarik bahan makanan dari Krimea ke Rusia tengah pada 1920 sehingga ratusan ribu orang Tatar kelaparan.
Selama Perang Dunia II, ribuan orang Tatar Krimea dideportasi menjadi buruh dan pekerja kasar lainnya di Rusia dalam kondisi tidak manusiawi. Akibatnya, sekitar setengah penduduk Tatar dilaporkan meninggal.
Setelah jatuhnya kekaisaran Soviet, Tatar mulai kembali ke tanah air leluhur mereka di Krimea. Saat itu, jumlah mereka sekitar 250.000 - sekitar 12 persen dari populasi Krimea.
Untuk alasan yang jelas, Tatar Krimea memiliki pandangan sendiri soal penyerangan Rusia ke tanah air mereka. Mereka cenderung melawan.
"Jika ada konflik, sebagai minoritas, kami akan menjadi yang pertama menderita," ujar warga Tatar Krimea, Usein Sarano kepada Reuters.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014