Palembang (ANTARA) -
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) merehabilitasi 50 hektare lahan mangrove di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. agar tetap lestari.
 
Penyuluh Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel Lydia Octifani di OKI, Sabtu, mengatakan bahwa YKAN melalui Program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) tahun 2024 melakukan rehabilitasi mangrove seluas 50 hektare.
 
Lokasi yang dipilih di wilayah pesisir OKI, tepatnya di Desa Simpang Tiga Jaya yang merupakan area terdegradasi dengan kondisi eksisting yang cukup mengkhawatirkan, yaitu aliran pasang surut tidak lancar dan banyak ditumbuhi gulma sehingga vegetasi mangrove sulit untuk tumbuh secara alami.
 
"Rehabilitasi ekosistem mangrove sangat penting dilakukan untuk menjaga wilayah pesisir karena pembukaan lahan untuk dijadikan tambak. Mangrove memiliki peran penting untuk menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan hutan tropis lainnya, menjaga ekosistem laut, melindungi pesisir, meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.
 
Ia menambahkan bahwa apabila fungsi mangrove terganggu maka satwa ikan dan burung akan kehilangan habitatnya dan juga berdampak pada masyarakat lokal yang bergantung pada mangrove, yaitu akan kehilangan sumber penghidupan.

Baca juga: YKAN dan FedEx tanam bibit mangrove di PIK
 
Sedangkan apabila mangrove dikelola dengan baik, maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara langsung berupa peningkatan pendapatan/finansial dan lingkungan yang lestari.
 
Beberapa metode rehabilitasi yang sudah dilakukan di antaranya perbaikan hidrologi yang dilakukan dengan memperbaiki kanal air alami. Tujuannya agar pasang surut berjalan dengan lancar, sehingga dapat merangsang pertumbuhan mangrove secara alami.
 
Kemudian membersihkan gulma secara terkontrol dan membersihkan serasah sehingga memberi kesempatan pada benih mangrove untuk tumbuh.
 
Penyebaran benih yang dilakukan berdasarkan kesesuaian kondisi ekologi lahan. Misalnya, mangrove jenis bakau dengan propagul panjang disebar di area yang terkena genangan air lebih tinggi , sementara benih mangrove yang pendek, seperti jenis pedada dan api-api disebar di area yang genangannya rendah.
 
Kemudian pemasangan papan dan patroli sebagai imbauan agar tidak menebang atau merusak kawasan mangrove yang sedang atau sudah direhabilitasi.

Baca juga: YKAN dukung pelestarian mangrove di Berau
 
"Monitoring dan pemeliharaan dengan mengidentifikasi permasalahan yang mungkin terjadi dan memantau kondisi anakan mangrove secara berkala, sehingga jika ditemukan permasalahan dalam tahapan pelaksanaan dapat segera dilakukan upaya penanggulangannya antara lain melalui pemeliharaan lanjutan," katanya.
 
Beberapa indikasi awal keefektifan metode ini dapat terlihat adanya lumut yang mulai tumbuh. Hal ini karena tanah menjadi lembab setelah adanya perbaikan hidrologi. Selain itu, regenerasi alami mangrove sudah mulai terjadi di beberapa area di lokasi rehabilitasi.
 
"Pendekatan rehabilitasi yang dilakukan MERA bukan sekadar intervensi lapangan saja, melainkan juga dengan konsep CBEMR (Community-based Ecosystem Mangrove Rehabilitation)," ujarnya..
 
Melalui CBEMR, masyarakat setempat ditempatkan sebagai subjek bukan objek. Mereka dilibatkan sejak dari awal tahapan yaitu mulai dari identifikasi masalah, perumusan solusi, penentuan keputusan, hingga sebagai pemimpin kegiatan.

Baca juga: YKAN perkuat pemberdayaan masyarakat kurangi degradasi mangrove

"Melalui proses ini, masyarakat setempat diharapkan akan mempunyai rasa memiliki, sehingga setelah program MERA ini selesai maka merekalah yang akan melanjutkan dan bertanggung jawab untuk mengelola dan melindungi kawasan yang sudah direhabilitasi," tuturnya.
 

Pewarta: M. Imam Pramana
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024