Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengijinkan Daan Dimara keluar dari rumah tahanan Polda Metro Jaya pada Kamis, 14 September 2006, pukul 09.00 WIB untuk melaporkan kesaksian palsu Hamid Awaluddin. Surat ijin dari KPK itu diterima oleh kuasa hukum Daan, Erick S Paat, di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Rabu. Surat bernomor B406/BON/TAH/KPK/IX/2006 itu ditandatangani penuntut umum KPK, Tumpak Simandjuntak, yang menangani kasus dugaan korupsi pengadaan segel Pemilu 2004 dengan terdakwa Daan Dimara dan rekanan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Direktur PT Royal Standar Untung Sastrawidjaja. Berbekal surat itu, Daan akan keluar sejenak dari Rutan untuk melaporkan Hamid ke Polda Metro Jaya. "Kita mau melapor langsung ke Kapolda. Besok kita akan bawa bukti-bukti persidangan dan juga BAP dari lima orang saksi," kata Erick. Laporan kesaksian palsu terhadap Hamid didasari oleh keterangan Hamid sebagai saksi dalam persidangan 25 Juli 2006 bahwa Hamid menyatakan tidak pernah memimpin rapat pada 14 Juni 2004 untuk penentuan harga segel surat suara pilpres 2004. Sedangkan pada persidangan sebelumnya, lima orang saksi dalam persidangan terpisah antara lain Bakri Asnuri dan Boradi dari KPU serta Untung Sastrawijaya dan Aryoko dari PT Royal Standard menyatakan Hamid Awaluddin memimpin rapat tersebut dan menentukan harga segel. "Daan sebagai korban kesaksian palsu Hamid," ujar Erick. Meski kliennya akhirnya diijinkan untuk keluar dari tahanan oleh majelis hakim pengadilan khusus tindak pidana korupsi (tipikor) dan KPK, Erick melontarkan keheranannya mengapa majelis hakim baru memberi ijin dua hari sebelum vonis atas Daan dibacakan pada Jumat, 15 September 2006. "Tetapi, daripada tidak sama sekali, maka kita gunakan saja kesempatan ini," katanya. Erick juga mengaku sempat merasa "dipingpong" KPK dan majelis hakim pengadilan tipikor soal permintaan Daan untuk melaporkan kesaksian palsu Hamid Awaluddin. Sebelumnya, KPK menyatakan bahwa untuk melaporkan kesaksian palsu, KPK harus menunggu penetapan dari majelis hakim. Sebaliknya, majelis hakim pengadilan tipikor mengatakan kesaksian palsu bukan termasuk kewenangan pengadilan tipikor sehingga majelis hakim hanya bisa menunggu sikap KPK. "Tapi, kita lihat positifnya saja lah. Meski kita heran kenapa tidak jauh-jauh hari padahal kita sudah minta sejak jauh-jauh hari," ujar Erick. Erick juga mengaku pasrah terhadap vonis yang akan dijatuhkan majelis hakim pengadilan tipikor kepada Daan pada Jumat, 15 September 2006.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006