Jakarta (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mendorong rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang pengelolaan dan perlindungan ekosistem mangrove harus segera disahkan tahun ini agar nanti dapat dilaksanakan oleh pemerintahan yang baru.

Kepala BRGM Hartono saat ditemui di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa RPP tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove merupakan hasil evaluasi yang disusun oleh BRGM bersama dengan tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan mitra kerja lainnya sejak 2022.

BRGM dan KLHK menilai rancangan peraturan tersebut berisi beberapa poin penting yang dapat mengisi kekosongan payung hukum dari ketentuan perundangan yang sudah ada tentang mangrove.

"Poin utamanya terkait penataan dan penetapan fungsi ekosistem mangrove berbasis kesatuan lanskap mangrove baik di dalam maupun di luar kawasan hutan (APL) dan optimalisasi peran kelompok masyarakat hingga mengatur pemanfaatan, perlindungan, dan pengawasan ekosistem mangrove," ujarnya saat ditemui usai membuka diskusi publik bertajuk Mangrove For Future dalam rangka memperingati hari mangrove sedunia di Jakarta.

Dia menyebutkan, poin dalam rancangan peraturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selama ini tidak digunakan sebagai landasan utama untuk melindungi ekosistem mangrove.

Dalam hal ini BRGM menilai ada banyak regulasi yang justru membatasi upaya perlindungan dan pengelolaan mangrove, antara lain Undang-Undang No 41/1999 tentang Kehutanan; UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah; UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang; UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Dikatakan membatasi, karena menurut Hartono, masing-masing regulasi tersebut hanya mengatur pengelolaan mangrove sesuai dengan status lahannya yang di luar kawasan hutan dan areal penggunaan lain. Sementara berdasarkan peta mangrove nasional 2023 terdapat kurang lebih 739.792 hektare mangrove eksisting yang berstatus APL atau berada dalam wilayah konsesi perusahaan dan sebagainya.

"Maka jika tidak ada regulasi sebagaimana yang diatur dalam RPP untuk melindungi mangrove, maka mangrove seluas 739 ribu hektare itu terancam dikonversi," ujarnya.

Ditempat yang sama, Wakil Menteri LHK Alue Dohong mengatakan bahwa secara prinsip demi melindungi mangrove yang keberadaannya sangat penting secara utuh membutuhkan dasar atau payung hukum yang jelas sebagaimana telah disusun dalam RPP tersebut.

Untuk itu, Alue menyatakan pihaknya menargetkan RPP tersebut paling lambat tahun ini akan diterbitkan menjadi peraturan pemerintah.

Baca juga: Peneliti: Perlu waktu lama pulihkan cadangan karbon di bekas mangrove

Baca juga: Wamen LHK: Mangrove harus dijaga sebagai benteng pertahanan negara

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024