Jakarta (ANTARA) - Peneliti Yayasan Indonesia CERAH Sartika Nur Shalati merekomendasikan penghapusan jenis energi baru di dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), karena masih menggunakan batu bara.

“Energi baru ini menggunakan teknologi yang (sumber energinya) bisa berasal dari energi fosil. Misalnya gasifikasi batu bara itu masih pakai batu bara. Batu bara tercairkan itu juga masih pakai batu bara. Jadi belum bebas emisi,” ujar Sartika dalam acara “Satu Dekade Presiden Jokowi: Sejauh Mana Transisi Energi Indonesia?” yang digelar di Jakarta, Jumat.

Sartika memaparkan daftar energi yang dimasukkan ke kategori energi baru, yakni nuklir, hidrogen, gas metana batu bara, batu bara tercairkan, serta batu bara tergaskan.

Menurut Sartika, kehadiran jenis energi baru yang masih menggunakan bahan dasar batu bara tidak menjadi solusi untuk transisi energi di Indonesia, karena pada akhirnya tetap menggunakan energi fosil.

Oleh karena itu, ia menilai penggunaan istilah energi baru yang masih mempromosikan energi fosil perlu dihilangkan dalam RUU EBET maupun Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) yang sedang dibahas oleh DPR dan Dewan Energi Nasional.

Sartika meletakkan perhatian terhadap RUU EBET dan RPP KEN karena kedua aturan tersebut akan menjadi penentu dalam penyusunan dokumen strategis untuk mencapai transisi energi, seperti Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Rancangan Umum Energi Daerah (RUED), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

“Target Nationally Determined Contribution (NDC) sebenarnya berpotensi tidak tercapai kalau misalnya di dalam penggunaan terminologi energi baru dan energi terbarukan masih disatukan, karena energi baru tidak bebas emisi,” kata Sartika.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi mengungkapkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) bersama DPR RI tinggal membahas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Green.

Lebih lanjut, Rapat Paripurna DPR RI ke-20 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui perpanjangan waktu pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang (RUU) tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).

Baca juga: IEEFA: Pemerintah perlu ringkas prosedur pengadaan proyek energi
Baca juga: Paripurna DPR setujui perpanjangan pembahasan dua RUU

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024