di FEB UI kami sudah meluncurkan dan membuat policy terkait generative AI bagaimana kami memanfaatkan secara etis dan bertanggung jawab

Depok, Jawa Barat (ANTARA) - Pemanfaatan generative artificial intelligence (generative AI) atau kecerdasaan buatan generatif harus beretika dan bertanggung jawab, dengan daya kreativitas dan inovasi yang tinggi, sebagai respons dalam menghadapi era digital yang semakin berkembang.

Hal tersebut diungkapkan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto di Depok, Jumat terkait upaya menyikapi era digital yang semakin kompleks terlebih dengan kehadiran generative AI (Artificial Intelligence).

Menurut dia, banyak muncul kekhawatiran bahwa AI akan mengambil alih peran manusia karena banyak pekerjaan yang bisa tergantikan dan tenaga kerja atau lulusan perguruan tinggi seolah-olah akan berkompetisi dengan AI dalam memperebutkan pekerjaan.

Teguh menegaskan mahasiswa atau pencari kerja tidak berkompetisi dengan AI, tetapi mereka akan berkompetisi dengan sesama mahasiswa atau pencari kerja yang memanfaatkan AI untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas.

Teguh menambahkan, perguruan tinggi atau institusi pendidikan harus mengadopsi dan memanfaatkan generative AI dalam proses pembelajaran.

Menurut Teguh, di FEB UI sendiri setidaknya sejak 3 tahun lalu telah menyiapkan dan menetapkan kebijakan dalam merespons segala perubahan termasuk generative AI melalui Center for Education and Learning in Economics and Business (CELEB) FEB UI.

Baca juga: Guru Besar UI: Pencapaian SDGs butuh keseimbangan ekonomi dan ekologi

Baca juga: FEB UI ajak 78 kampus untuk tingkatkan kualitas pendidikan bisnis

“Alhamdulillah FEB UI sudah menjadi sekolah bisnis yang terakreditasi internasional yang concern juga mengenai generative AI ini. Oleh karena itu, di FEB UI kami sudah meluncurkan dan juga membuat policy terkait dengan generative AI bagaimana kami memanfaatkan secara etis dan bertanggung jawab. Ini yang akan kami ajarkan kepada mahasiswa dalam memanfaatkan AI,” tuturnya.

Di sisi lain, kata dia, dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dalam pemanfaatan generative AI, mahasiswa perlu didorong berpikir kritis. Harapannya, SDM yang dipersiapkan FEB UI dapat memanfaatkan keunggulan generative AI secara optimal dengan memilah efek negatifnya.

Contohnya, seperti memastikan kebenaran sumber data yang kredibel. Kemudian, generative AI tidak digunakan dalam memanipulasi untuk mengklaim sesuatu yang bukan karya sendiri. FEB UI pun sudah melakukan benchmarking dengan universitas di dunia terkait dengan pemanfaatan AI.

“Bagaimana kita ajari memanfaatkan AI yang beretika dan juga bertanggung jawab karena tidak semuanya generative AI ini juga benar," katanya.

Artinya perlu didorong bagaimana harus kreatif inovatif dalam memanfaatkan AI bukan kita didikte oleh AI. Dan kami FEB UI sudah ke sana dan saya yakin FEB UI salah satu yang di depan baik di UI maupun di universitas lain di Indonesia. Karena kami bagian dari sekolah bisnis jaringan global yang sudah mendapatkan double crown accreditation.

Seperti diketahui, pada 2022 FEB UI memperbarui akreditasi Internasional Association of MBAs (AMBA) untuk program studi Magister Manajemen (MM FEB UI).

Selanjutnya, FEB UI memperoleh akreditasi internasional Association to Advance Collegiate School of Business (AACSB), yang merupakan salah satu penilaian paling bergengsi di dunia untuk sekolah bisnis.

Hal ini menjadikan FEB UI sebagai satu-satunya sekolah bisnis di Indonesia yang memiliki ‘Double Crown’ yaitu tingkat tertinggi pengakuan internasional atas pendidikan tinggi sekolah bisnis (AACSB dan AMBA). Saat ini, FEB UI berupaya menggapai the last crown of EQUIS accreditation.

Harapannya, FEB UI bisa menjadi bagian dari 1 persen sekolah bisnis di dunia yang memiliki triple crown accreditation.

Baca juga: Guru Besar FEB UI tawarkan solusi pengangguran Gen Z

Baca juga: LPEM FEB UI sebut BI rate 6,25 persen perlu dipertahankan

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024