"Dunia mengalami kemunduran hingga 15 tahun, dengan tingkat kekurangan gizi yang sebanding dengan angka yang tercatat pada 2008-2009," tulis badan-badan PBB tersebut.
Roma (ANTARA) - Dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mengakhiri malanutrisi, karena 733 juta orang atau rata-rata satu dari setiap 11 orang menderita kelaparan pada tahun lalu, demikian diperingatkan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dalam sebuah laporan yang dirilis pada Rabu (24/7).
Status Ketahanan Pangan dan Gizi di Dunia (The State of Food Security and Nutrition in the World/SOFI) edisi 2024, yang diterbitkan oleh FAO dan empat badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lainnya, memberikan data terbaru perihal gizi dan akses terhadap pangan. Laporan itu menyampaikan bahwa dunia mencatatkan kegagalan yang signifikan dalam mewujudkan target "Nol Kelaparan" (Zero Hunger) PBB pada 2030.
"Dunia mengalami kemunduran hingga 15 tahun, dengan tingkat kekurangan gizi yang sebanding dengan angka yang tercatat pada 2008-2009," tulis badan-badan PBB tersebut.
Mereka menekankan bahwa data kelaparan masih tercatat "sangat tinggi selama tiga tahun beruntun (sejak peningkatan tajam pada 2020 saat pandemi COVID-19) seiring dengan semakin dalamnya krisis global."
Laporan itu mengakui bahwa beberapa kemajuan telah dibuat dalam bidang-bidang tertentu, seperti gangguan pertumbuhan dan perkembangan (stunting) serta pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, namun belum cukup untuk membalikkan tren negatif di bidang-bidang lainnya.
Populasi yang menghadapi kelaparan terus meningkat di Afrika, dari 19,9 persen pada 2022 menjadi 20,4 persen pada tahun lalu. Di Asia, yang menjadi rumah bagi lebih dari separuh populasi yang menghadapi kelaparan di seluruh dunia, jumlahnya masih stabil di angka 8,1 persen. Meskipun data keseluruhan di Amerika Selatan turun dari 6,6 persen menjadi 6,2 persen, namun di Karibia angkanya naik menjadi 17,2 persen dibandingkan 16,6 persen pada 2022
"Jika tren saat ini terus berlanjut, sekitar 582 juta orang akan mengalami kekurangan gizi kronis pada 2030, (dengan) separuh di antaranya berada di Afrika," demikian diperingatkan FAO dalam pernyataannya. "Proyeksi ini sangat mirip dengan tingkat yang tercatat pada 2015 saat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) diadopsi, menandakan stagnasi kemajuan yang mengkhawatirkan."
Kendati demikian, laporan itu juga menyatakan bahwa berbagai peningkatan di banyak negara menunjukkan masih ada peluang untuk membalikkan tren yang terjadi saat ini. Faktor utamanya adalah pembiayaan, bukan hanya jumlahnya tetapi juga pengelolaannya, tutur laporan tersebut, sembari mengemukakan bahwa saat ini tidak ada gambaran yang koheren perihal sumber daya keuangan yang digelontorkan untuk ketahanan pangan dan gizi.
"Melangkah menuju definisi dan pemetaan pembiayaan bersama ... oleh karenanya sangat dibutuhkan," imbuh laporan tersebut.
Mulai diterbitkan sejak 1999, laporan SOFI setiap tahunnya disusun oleh FAO, Dana Internasional untuk Pengembangan Pertanian (International Fund for Agricultural Development/IFAD), Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP), Dana Anak-Anak PBB (UNICEF), serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pewarta: Xinhua
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024