Jakarta (ANTARA News) - Merger dengan XL atau akuisisi merupakan solusi tepat bagi Axis yang sekarang sulit bertahan dari persaingan bisnis operator telekomunikasi di Indonesia.
Konsolidasi keuangan operator telekomunikasi melalui merger dan akuisi, antara Axis dan XL, adalah solusi tepat karena hal itu akan berdampak pada kelangsungan bisnis pendukung seperti vendor tower, kata Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Menara Telekomunikasi Indonesia (Asprintel) Tagor H. Sihombing.
"Bila Axis bangkrut, maka beban vendor tower juga akan berat. Sebab, kami harus menanggung beban gaji pegawai dan akan kesulitan membayar beban kredit ke bank. Akusisi XL terhadap Axis juga menyelamatkan bisnis tower. Itu solusi tepat," katanya dalam pernyataan tertulis, di Jakarta, Minggu.
Penegasan tersebut terkait dengan pengakuan Presiden Direktur dan CEO PT Axis Telekom Indonesia (Axis), Erik Aas, bahwa kondisi Axis saat ini sudah sangat sulit untuk bertahan karena persaingan ketat antaroperator telekomunikasi di tanah air.
Menurut Erik, Axis terus merugi dalam lima tahun operasi terakhir, sementara belanja modal dan biaya operasional yang cukup tinggi terus terjadi.
"Sebagai operator GSM kelima di Indonesia, dengan ukuran saat ini, sangat sulit bagi Axis untuk bersaing secara memadai, kami terus merugi. Jadi, sudah sangat sulit bagi Axis untuk mempertahankan bisnis dengan ukuran saat ini," kata Erik.
Tagor melanjutkan, merger dan akuisisi, akan menjadi penyelamat bagi Axis dan bila Axis bisa diselamatkan, maka vendor tower pun akan bisa turut selamat.
Oleh karena itu, tegasnya, jawaban positif XL beberapa waktu lalu kepada beberapa anggota Asprintel yang bersedia menyelesaikan utang Axis melalui perundingan yang akan disepakati bersama antar XL dengan penyedia menara dengan mengedepankan semangat kemitraan, merupakan solusi yang sangat menguntungkan dan bisnis menara anggota Asprintel akan tetap berkelanjutan.
Erik sebelumnya juga menyebutkan, merger Axis dan XL akan mendorong industri jadi lebih sehat. "Dengan merger ini, tiga operator besar akan memiliki spektrum yang merata, yang diperlukan untuk memberikan layanan berkualitas baik di seluruh pelosok Indonesia," kata Erik.
Erik mengapresiasi persetujuan merger dari pemerintah. "Saya tidak tahu masa depan Axis, pelanggan dan karyawan jika merger ini tidak disetujui. Tidak hanya kami yang akan kesulitan, tapi juga vendor, penjual dan distributor simcard, juga pemerintah dan mitra-mitra lain. Jelas bahwa kami dan para kreditur tidak sabar menanti dan ingin segera agar semua proses persetujuan ini selesai," katanya.
Menurut Erik, merger antar operator sangat mendesak dilakukan mengingat banyaknya operator di industri telekomunikasi Indonesia. Merger akan turut menyelamatkan pelanggan dan kualitas layanan di masa depan.
Pasar Indonesia saat ini didominasi oleh satu pemain yang menguasai lebih dari separuh pendapatan industri, akan menyebabkan industri yang kurang sehat. Hal ini tidak menguntungkan bagi masyarakat Indonesia.
"Kita akan melihat kompetisi yang lebih baik dan lebih sehat pada saat XL mendapatkan akses ke sumber daya spektrum yang sama seperti Telkomsel dan Indosat," kata Erik.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil berpendapat bahwa pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan industri telekomunikasi perlu berpartisipasi dan mendukung penyelamatan Axis dari kebangkrutan.
Menurut Sofyan, kondisi Axis sudah sangat sulit, terutama dari aspek keuangan, sehingga perlu diselamatkan. "Terlepas dari kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunan rencana bisnis di Axis. Pemerintah harus mendukung upaya untuk mencarikan jalan keluarnya," kata Sofyan.
Menurut catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, tiap tahun Axis merugi Rp2,3 triliun dan sempat menunggak pembayaran kewajiban Bea Hak Frekuensi (BHP) Frekuensi kepada pemerintah.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014