Kan harus ada dari sisi pembiayaannya, dari sisi memasuki pasar global. Itu kan harus secara komprehensif,
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira menilai perlu adanya ekosistem UMKM yang baik agar Indonesia bisa ke luar dari middle income trap atau jebakan negara berpendapatan menengah.
 

"(Untuk ke luar dari middle income trap) yang paling penting dan ekosistem yang menunjang. Jadi, nggak bisa hanya misalnya fokus kepada training and development saja," kata Anggawira dalam sharing discussion dengan tema 'Mengurai Pekerjaan Rumah Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk Memberdayakan dan Mengembangkan UMKM' di Jakarta, Kamis malam.

Dia menyampaikan memberdayakan dan mengembangkan UMKM perlu dilakukan secara komprehensif, bukan hanya bagaimana mendapatkan pembiayaan, meningkatkan daya saing tetapi juga harus didukung sehingga mampu tembus ke pasar global.

"Kan harus ada dari sisi pembiayaannya, dari sisi memasuki pasar global. Itu kan harus secara komprehensif," ujarnya.

Ia menekankan bahwa UMKM harus didukung agar tumbuh dan berkembang sehingga dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya saing, dan berkontribusi pada perekonomian nasional.

Menurutnya, hal itu dapat dilakukan dengan dukungan pemerintah melalui akses pembiayaan, pelatihan, dan infrastruktur yang memadai, serta inovasi dan kolaborasi antar pelaku usaha.

"Kalau mau ke luar dari middle income trap yang jelas pengusahanya enggak bisa stunting, pengusahanya harus berkembang," ucapnya.

Anggawira mengakui bahwa saat ini pembiayaan di sisi pelaku usaha mikro telah banyak melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), ataupun Permodalan Nasional Madani (PNM), namun ia menyoroti skema pembiayaan bagi pelaku usaha menengah yang membutuhkan biaya sekitar Rp5-100 miliar agar lebih kompetitif.

Dengan pembiayaan itu, dia berharap ke depan lebih banyak pengusaha besar dan muda yang muncul, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai target presiden terpilih Prabowo Subianto, yakni mencapai 8 persen.

Dia menyebutkan bahwa dalam piramida jenis usaha, saat ini masih banyak usaha mikro kecil, sedangkan usaha menengah besar dan konglomerat sangat sedikit jumlahnya. Meski begitu, Anggawira tidak merinci jumlah pelaku usaha tersebut.

"Yang menjadi PR bagaimana pembiayaan di pengusaha kecil dan menengah, yang kira-kira mereka butuh Rp5 miliar sampai Rp100 miliar. Itu kan belum ada skema yang khusus, kalau bisa memang harus ada subsidi bunga di industri yang seperti itu, sehingga mereka bisa kompetitif," katanya.

Selain pentingnya pengembangan UMKM, Hipmi juga menekankan perlunya ada pembenahan di sektor industri. Hal itu demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

"Memproduksi juga kan perlu kompetitif, maksudnya bukan hanya ditopang oleh alat alat produksi tetapi juga bahan baku. Nah, banyak juga bahan baku di kita ini yang masih impor. Salah satu yang membuat daya saing kita turun, kenapa industri tekstil kita tidak kompetitif karena salah satunya bahan baku kita itu diimpor," kata dia.

Oleh karena itu, dia berharap kabinet pemerintahan baru presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, khususnya di bidang UMKM, diisi oleh orang-orang yang lebih memahami hal tersebut.

Beberapa sektor industri seperti alas kaki dan garmen mengalami penurunan signifikan.

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, Anggawira mengusulkan agar subsektor industri itu harus diperbaiki secara mendalam, jika tidak, maka Indonesia akan terjebak dalam middle income trap yang akan terus berlanjut.

"Ini yang menurut saya menjadi PR (pekerjaan rumah) utama pemerintahan ke depan, apalagi kita sekarang sedang punya tenaga produktif yang luar biasa, tapi kalau lapangan pekerjaan juga enggak ada ini akan menjadi malapetaka juga," kata Anggawira.

Di tempat yang sama, Founder & Group CEO Baba Rafi Enterprise Hendy Setiono berharap agar pemerintahan ke depan dapat lebih berpihak kepada pengembangan produk-produk dalam negeri.

Dia mencontohkan, usaha kebab yang dirintis dari nol membutuhkan waktu 21 tahun untuk bisa membuka 1.300 gerai hingga di 10 negara, namun berbeda dengan produk dari negara lain yang membuka usaha di Indonesia, tetapi hanya dalam waktu satu tahun sudah memiliki 1.000 gerai.

"Sementara kita lihat fenomena beberapa waktu terakhir ada brand ice cream dari China, ada brand minuman coffee yang mendapatkan suntikan modal dari luar negeri, dari China khususnya, ini mampu berkembang lebih cepat. Hanya setahun untuk mencapai pertumbuhan 1.000 gerai, sementara kami baru 10 tahun untuk mencapai 1.000 outlet," kata Wakil Ketua Kadin Surabaya itu.

Ia juga berharap ke depan agar duta besar yang ada di beberapa negara sebagai perwakilan Indonesia juga bisa menjadi pintu bagi ekspor produk-produk dalam negeri.

"Penting sekali memiliki duta besar yang memiliki mindset entrepreneur atau wirausaha, jiwa marketer
tangguh sehingga begitu mereka memiliki tugas sebagai duta besar harapannya bisa menjadi pintu terhadap perekonomian Indonesia, pada khususnya untuk bisa dipasarkan segala bentuk hasil hilirisasi maupun produk UMKM kepada kancah dunia," kata Hendy.

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2024