Sifat dan konfigurasi tersebut menyebabkan air hujan maupun aliran air menuju wilayah hulu cenderung meresap ke bawah, bukan langsung mengalir menjadi lahar dingin seperti daerah lainnya,"
Blitar (ANTARA News) - Tim peneliti dari Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada menjelaskan alasan ilmiah kenapa sampai sekarang di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tidak terjadi lahar hujan seperti di Kediri dan Malang, pascaerupsi Gunung Kelud, 13 Februari lalu.
Menurut penjelasan Profesor Junun Sapto Hadi, ketua tim peneliti PSB UGM, Jumat, konfigurasi batuan yang terbentuk dari muntahan lava pijar Gunung Kelud bersifat apung dan tidak saling mengikat satu sama lain.
"Sifat dan konfigurasi tersebut menyebabkan air hujan maupun aliran air menuju wilayah hulu cenderung meresap ke bawah, bukan langsung mengalir menjadi lahar dingin seperti daerah lainnya," jelasnya.
Kondisi tersebut jauh berbeda dengan kasus di Sungai Konto yang mengalir ke arah Kabupaten Malang.
Di sungai-sungai aliran lahar di wilayah Kabupaten Malang yang terbentuk dari lava Gunung Kawi dan Gunung Butak pada masa silam membuat konfigurasi batuan yang terbentuk bersifat keras dan saling mengikat, sehingga air dalam tanah selama ini cenderung jenuh.
Akibatnya, air hujan yang terakumulasi di wilayah hulu sungai lahar langsung mengalir dan menjadi semakin besar sehingga menjadi lahar dingin/lahar hujan.
"Di (sungai lahar) Blitar kondisi tanahnya tidak jenuh karena faktor konfigurasi batuan tadi, sehingga air tertahan di dalam hingga beberapa lama," urainya.
Namun, bukan berarti ancaman lahar dingin di Blitar hilang sama sekali. Menurut penjelasan Profesor Junun, potensi lahar dingin di Blitar mirip "bom waktu" yang pasti akan terjadi saat kondisi sungai aliran lahar di wilayah hulu sudah mencapai titik jenuh.
"Kalau kondisi cuaca tidak normal dan hujan lebat terjadi terus-menerus, mungkin dalam tempo tiga atau empat pekan akan terjadi fenomena lahar dingin membawa material vulkanik dari wilayah hulu. Dan itu sama berbahayanya dengan daerah lain," kata Junun.
Beruntungnya, kata dia, secara kemeteorologian cuaca atau curah hujan pada Maret dan April ini diprediksi menurun, sehingga potensi lahar dingin diperkirakan juga kecil kemungkinan terjadi.
Penjelasan Profesor Junun memberi gambaran rasional kenapa sejauh ini lahar dingin nyaris tidak terjadi di Kabupaten Blitar, sementara fenomena serupa justru melanda sejumlah sungai aliran lahar menuju wilayah Ngantang, Malang maupun Kediri.
Padahal di Blitar sedikitnya ada tiga jalur aliran lahar berkapasitas besar, seperti Sungai/Kali Bladak, Kali Putih, serta Kali Kuning.
Material vulkanik berbentuk sedimen batuan apung dengan diameter besar terlihat di sepanjang area hulu tiga sungai ini dengan kedalaman mencapai 25 meter lebih.
Saat ini kondisi hulu ketiga sungai aliran lahar tersebut cenderung kering, terutama di Kali Putih yang bersumber langsung dari pusat kawah Gunung Kelud hingga radius lima kilometer.
Namun hujan deras yang mengguyur kawasan puncak beberapa hari lalu kemudian memunculkan fenomena baru di permukaan sungai Kali Putih yang cenderung kering, dimana terbentuk seperti bekas aliran air yang mengeluarkan asap berbau belerang menyengat.
(KR-SAS/M008)
Pewarta: Slamet AS
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014