Cirebon, (ANTARA News) - Rajungan dan sejumlah udang yang biasa hidup di sekitar Perairan Cirebon khususnya di Teluk Cirebon nyaris musnah karena penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti arad dan garok, dengan perkiraan kerugian nelayan mencapai Rp972 miliar, hal itu diungkap sejumlah nelayan Cirebon, Selasa (12/9).
"Hasil tangkapan nelayan berupa rajungan dan sejumlah udang seperti udang putih dan topeng atau cakrek menurun drastis sebagai pertanda nyaris musnah karena penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan", kata Janadi salah seorang nelayan saat Sosialisasi Suaka Perikanan di Balai Desa Grogol, Kecamatan Cirebon Utara.
Ia menjelaskan, dengan alat tangkap yang bernama arad dan garok, rajungan kecil yang ukuran 100 sampai 150 (150 ekor per kilogram) ikut terperangkap dan biasanya mati saat ditarik di kapal, akibatnya sangat sedikit dijumpai rajungan yang bisa tumbuh sampai dewasa.
Lima sampai tujuh tahun lalu biasanya nelayan mendapat hasil tangkapan rajungan antara 1 - 2 kuintal per hari, namun sekarang menurun drastis hanya 5 sampai 10 ekor per hari, padahal "jaring kejar" yang ditebar mencapai panjang lima kilometer.
Ia meminta ketegasan aparat untuk melarang alat itu sekaligus dilakukan operasi besar-besaran, karena tanpa ada penegakan hukum maka nelayan tetap saja menggunakan alat tersebut, padahal kerugian akibat kehilangan hasil tangkapan per tahun mencapai Rp972 miliar.
Hal senada diungkap Purwadi, Ketua Pokmaswas Mina Citra Lestari, bahwa kerusakan ekosistem di Teluk Cirebon akibat beroperasinya alat tangkap tak ramah lingkungan sudah sangat parah, apalagi jumlah nelayan sudah tidak sebanding dengan potensi lestari yang ada atau telah terjadi "Over Fishing".
"Nelayan dari daerah Kapetakan, Mundu di Kabupaten Cirebon dan Nelayan di Samadikun Kota Cirebon, semua terjun di sekitar Cirebon Utara ini sehingga tidak ada kesempatan ikan untuk bereproduksi, diperparah dengan maraknya alat tangkap tak ramah lingkungan", katanya.
Ia mengusulkan, Pemerintah Daerah segera membuat pengaturan tata ruang laut sehingga wilayah tertentu yang secara bergilir dibiarkan tidak diganggu untuk memberikan kesempatan kepada ikan bereproduksi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon Ir Nunung S Nurjanah yang hadir pada acara itu mengatakan, pihaknya sudah memprioritaskan pengaturan tata ruang laut itu mulai dari garis pantai sampai empat mil laut sesuai kewenangan kabupaten, dan dalam waktu dekat akan selesai penyusunannya.
Kewenangan propinsi
Sementara mengenai "Mitigasi" atau pelarangan penangkapan ikan pada kawasan tertentu dalam waktu tertentu, menurut Nunung, hal itu merupakan kewenangan propinsi sehingga DKP Kabupaten Cirebon hanya bersifat mengusulkan perlunya pengaturan "Mitigasi" sebagai tempat dimana ikan dan biotra laut bisa bereproduksi dengan tenang tanpa gangguan dari nelayan.
Berkaitan beroperasinya alat tangkap tak ramah lingkungan, Nunung mengungkapkan, pihaknya mempunyai jadwal operasi penertiban alat tangkap tetapi nelayan yang ketahuan hanya diberi himbauan dan alatnya tidak sampai disita atau dimusnahkan, dengan harapan mereka menjadi sadar.
Selain itu, ternyata menurut Nunung, HNSI Kota Cirebon telah merekomendasikan alat tangkap arad tersebut dengan alasan demi usaha nelayan, sehingga nelayan di Kota Cirebon merasa mendapat perlindungan ketika mengoperasikan alat itu.
Beberapa nara sumber dalam sosialisasi itu antara lain Direktur Kesehatan Ikan dan Lingkungan Dr Darnas Dana, Ahli dari Pusat Riset Perikanan Budidaya Prof Dr M Fatuchri Sukadi dan Dede Irving Hartoto dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI.(*)
Copyright © ANTARA 2006