Sanaa (ANTARA News) - Sedikitnya 24 orang tewas Jumat ketika pasukan Yaman yang dibantu sekutunya bentrok dengan gerilyawan Syiah di wilayah utara negara tersebut, kata beberapa sumber suku.
Bentrokan itu terjadi antara pasukan yang dibantu anggota-anggota partai Islamis Al-Islah dan gerilyawan Syiah Zaidi, untuk memperebutkan kendali atas kantor-kantor pemerintah daerah di Hizm, ibu kota provinsi Jawf.
"Militer dan Al-Islah kehilangan delapan orang, sementara pemberontak Syiah kehilangan dua kali lipat dari jumlah itu, dan ada puluhan orang yang cedera di kedua pihak," kata satu sumber kepada AFP.
Sebelumnya pada Februari, presiden Yaman dan partai-partai utama setuju mengubah negara yang dilanda kekerasan itu menjadi sebuah federasi enam wilayah sebagai bagian dari transisi politik.
Gerilyawan Syiah tampaknya berusaha menguasai Hizm agar dapat menggabungkan seluruh daerah Jawf ke dalam wilayah Azal, salah satu dari empat wilayah yang akan dibentuk di Yaman bagian utara.
Namun, hingga saat ini pengaturannya tetap, Jawf akan menjadi bagian dari wilayah Saba, yang juga mencakup provinsi-provinsi Marib dan Bayda.
Baik pemberontak tersebut maupun separatis selatan menolak struktur federal yang diusulkan, yang juga akan membentuk dua wilayah di Yaman bagian selatan.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.
Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.
Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.
(Uu.M014)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014