"SVLK sudah diratifikasi oleh Parlemen Eropa, dengan sistem tersebut Indonesia memiliki daya saing lebih tinggi jika dibandingkan negara lain," kata Bayu, saat berdiskusi dengan wartawan di Jakarta, Jumat.
Bayu menjelaskan, dengan disetujuinya sistem tersebut oleh Eropa, maka ekspor kayu dan produk kayu asal Indonesia sudah tidak ada masalah lagi, bahkan, Indonesia merupakan negara pertama yang menerapkan sistem tersebut.
"Total nilai ekspor kayu dan produk kayu mencapai 10 miliar dolar AS ke seluruh dunia, sementara untuk Eropa sebesar satu miliar dolar AS, dan dengan ratifikasi tersebut diharapkan bisa meningkat sebesar 5 sampai 7 persen pada tahun-tahun pertama," kata Bayu.
Menurut Bayu, beberapa negara tujuan utama dari ekspor kayu dan produk kayu asal Indonesia antara lain adalah Jepang sebesar 2 miliar dolar AS, China 1,5 miliar dolar AS, Amerika Serikat dan Uni Eropa kurang lebih sebesar 1 miliar dolar AS.
Produk-produk yang mendominasi ekspor kayu dan produk kayu tersebut, lanjut Bayu, adalah produk kertas senilai 4 miliar dolar AS, kayu lapis senilai 2 miliar dolar AS, dan pulp senilai 1,5 miliar dolar AS.
Bayu menambahkan, terkait dengan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) masih diberikan waktu tambahan hingga 2015 mendatang untuk menerapkan sistem tersebut.
"Kita mundurkan satu tahun, kita sedang mencari sistem yang tepat karena jika produk UKM harus disertifikasi akan mahal. Namun sudah ada beberapa UKM yang memiliki SVLK tersebut," ujar Bayu.
Menurut Bayu, pemerintah juga berencana untuk menerapkan sistem yang sama untuk produk-produk yang diimpor ke Indonesia. Total impor Indonesia terhadap kayu dan produk kayu tersebut mencapai 3 miliar dolar AS pada tahun 2013 lalu.
"Kita berencana juga untuk menerapkan sertifikasi yang sama untuk produk yang kita impor. Dengan kita menerapkan SVLK untuk produk ekspor, maka kita juga bisa meminta hal serupa untuk produk-produk yang masuk ke Indonesia," ujar Bayu.
Pemerintah menerapkan SVLK yang merupakan sertifikat jaminan legalitas kayu untuk memberikan kepercayaan publik melalui jaminan lacak balak kayu, bahwa pasokan kayu berasal dari sumber yang legal dan memenuhi persyaratan peraturan yang sah (legal compliance).
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga menginginkan adanya sistem yang sama untuk produk-produk kayu yang akan masuk ke Indonesia.
Data dari Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) atau Licence Information Unit (LIU) Kementerian Kehutanan menunjukkan, hingga akhir April 2013, dokumen ekspor tersebut telah diterbitkan lebih dari 24.000 unit ke 139 negara tujuan, termasuk 26 negara Uni Eropa.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014