Selama 400 tahun terakhir sejumlah upaya dilakukan untuk secara ilmiah mengitung umur Bumi berdasarkan tinggi muka laut dan waktu yang dibutuhkan Bumi serta Matahari untuk mendingin sampai ke suhu saat ini.
Seiring kemajuan sains, metode itu tak bisa diandalkan sehingga para ilmuwan beralih kembali kepada batuan yang menutup muka Bumi.
Masalahnya karena lempeng tektonik berubah konstan dan mengubah kerak Bumi, batuan awal Bumi telah didaur ulang, meleleh dan dibentuk kembali menjadi batu baru.
Awal abad 20, para ilmuwan menyempurnakan proses pengukuran radiometrik. Sebelumnya ilmuwan berpendapat bahwa isotop dari sejumlah unsur radioaktif meluruh menjadi unsur-unsur lain pada tingkat yang bisa dengan mudah diprediksi.
Dengan mempelajari unsur-unsur yang ada, para ilmuwan bisa mengukur kuantitas awal dan kemudian berapa lama unsur itu meluruh sehingga memungkinkan ilmuwan menentukan umur batuan itu.
Batuan Bumi tertua yang ditemukan adalah Acasta Gneisses di Kanada dekat Danau Great Slave. Batuan ini berumur 4,03 miliar tahun.
Batuan yang lebih tua dari 3,5 miliar tahun bisa ditemukan di semua benua seperti Batuan Isua Supracrustal di Greenland berumur 3,7-3,8 miliar tahun, batuan Swaziland berumur 3,4-3,5 miliar tahun, dan di Australia Barat yang berusia 3,4-3,6 miliar tahun.
Para peneliti di Australia menemukan mineral tertua di Bumi. Kristal silikat zirconium ini berumur 4,3 miliar tahun.
Demi menyempurnakan penghitungan umur Bumi, para ilmuwan mulai beralih ke luar Bumi.
Materi yang membentuk Tata Surya adalah awan debu dan gas yang mengelingi bintang mudanya. Interaksi gravitasional telah menyatuhkan material ke planet-planet dan bulan-bulannya dalam waktu bersamaan.
Dengan mempelajari anggota-anggota lain Sistem Tata Surya, para ilmuwan dapat lebih mengetahui sejarah awal planet ini.
Anggota Tata Surya terdekat ke Bumi, yaitu bulan, tidak berubah oleh perubahan permukaan yang menutupi lanskap Bumi.
Untuk itu, batuan dari sejarah awal Bulan mestinya ada di Bulan. Sampel-sampel yang dibawa misi Apollo dan Luna menunjukkan berumur antara 4,4 sampai 4,5 miliar tahun, dan ini membantu lebih memastikan umur Bumi.
Di samping anggota-angota besar Tata Surya, para ilmuwan juga mempelajari batuan asing lebih kecil yang jatuh ke Bumi.
Meteorit berasal dari sejumlah sumber. Beberapa dari planet-planet lain setelah tabrakan besar, beberapa lainnya adalah bongkahan sisa Tata Surya awal yang tak pernah mengembang besar untuk menciptakan bentuk yang kohesif.
Kendati tak ada batuan datamh dari Mars, sampel-sampel dalam bentuk meteorit yang jatuh ke Bumi di masa lampau, memungkinkan ilmuwan menaksir umur batuan di Mars.
Beberapa dari sampel-sampel ini berumur 4,5 miliar tahun dan ini mendukung taksiran lain mengenai umur formasi awal planet.
Lebih dari 70 meteorit yang jatuh ke Bumi ditaksir umurnya lewat pengukuran radiometrik. Yang tertua berumur 4,4 sampai 4,5 miliar tahun.
50 ribu tahun lalu, sebuah asteroid menghajar Bumi untuk membentuk Kawah Meteor di Arizona. Pecahan asteroid ini membentuk kawah yang kemudian dinamai Ngarai Diablo.
Pada 1953, Clair Cameron Patterson menghitung rasio isotop-isotop utama dalam sampel-sampel yang memperketat batas umur Bumi.
Meteorit Ngarai Diablo penting karena menggambarkan kelas meteorit dengan komponen-komponen yang membuat perhitungan Bumi menjadi lebih tepat lagi.
Sampel-sampel meteorit itu berumur antara 4,53 sampai 4,58 miliar tahun. Para ilmuwan menafsirkan kisaran ini sebagai waktu yang dibutuhkan sistem Tata Surya berevolusi yang kira-kira membutuhkan 50 juta tahun.
Dengan tak hanya menggunakan batuan di Bumi namun juga informasi terkumpul dari sistem yang mengelilingi Bumi, para ilmuwan bisa memastikan umur Bumi adalah 4,54 miliar tahun.
Sebagai perbandingan, Galaksi Bima Sakti yang salah satu anggotanya adalah Sistem Tata Surya berumur 13,2 miliar tahun, sedangkan alam semesta sendiri berumur sekitar 13,8 miliar tahun.
sumber: space.com
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014