Jakarta (ANTARA News) - Satelit cuaca terbaru NASA telah diluncurkan ke luar angkasa dengan mengemban misi untuk memantau hujan serta salju di seluruh dunia sedetil mungkin yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Satelit itu, The Global Precipitation Measurement (GPM) Core Observatory, yang merupakan usaha gabungan antara Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan Badan Eksplorasi Angkasa Jepang (JAXA), meluncur dari kapal sebuah roket H-2A, dari Tanegashima Space Center hari ini pukul 03:37 dini hari waktu Jepang.
GPM akan memberikan pantauan termutakhir tentang curah hujan setiap tiga jam dari seluruh dunia, sehingga bisa memasok informasi kepada ilmuwan mengenai perubahan iklim dan siklus air global, kata pejabat misi ini, seperti dilansir dari LiveScience.
"Ini akan memberikan data terakurat dan tercanggih tentang pengukuran curah yang paling terkini dari satelit NASA," kata Gail Skofronick-Jackson, seorang ilmuwan proyek GPM di NASA Goddard Space Flight Center di Greenbelt, pada jumpa pers bulan lalu.
Sekitar 8.500 pon atau 3.850 kilogram kendaraan ruang angkasa GPM Core akan mengitari Bumi pada ketinggian 407 kilometer, atau setinggi jarak Stasiun Luar Angkasa Internasional.
Benda itu akan mengelilingi planet ini setiap 93 menit sekali, dan merampungkan sekitar 16 orbit per hari.
Satelit ini menggunakan dua instrumen yakni GPM Microwave Imager (GMI) dan Dua frekuensi hujan Radar (DPR) untuk mempelajari curah hujan dan salju dari lingkaran Kutub Utara hingga lingkaran Antartika di selatan, yang akan memberikan gambaran hebat mengenai sistem awan dan badai.
"Instrumen ini akan memungkinkan para ilmuwan untuk melihat ke dalam awan," kata Steve Neeck, Wakil Direktur Program penerbangan di divisi sains Bumi NASA
"GMI akan mendeteksi total curah hujan di semua lapisan awan, termasuk, untuk pertama kalinya, mendeteksi hujan ringan dan hujan salju," ujar dia.
"DPR akan membuat pengukuran rinci tiga dimensi tentang struktur curah hujan dan tingkatannya serta ukuran partikel penurunan," kata dia menambahkan.
Kendaraan ruang angkasa GPM core juga akan berfungsi sebagai jangkar jaringan cuaca global dan menjadi satelit iklim , yang beberapa di antaranya sudah berada di orbit.
"The GPM, melalui pusat observatorium dan konstelasi satelit secara dramatis akan meningkatkan pengetahuan kita tentang curah hujan secara global dan menaikkan kemampuan kita untuk meramalkan, serta resikonya," kata Neeck.
Satelit GPM Core yang biayanya dari NASA mencapai 933 juta dollar AS dirancang untuk bertahan sedikitnya selama tiga tahun, namun para pejabat dalam misi itu berpendapat akan terdapat upaya pengumpulan data baru agar satelit dapat lebih lama dari itu.
"Seperti yang Anda ketahui, TRMM dirancang selama tiga tahun, dan sekarang ini saja sudah 16 tahun beroperasi," kata manajer proyek GPM, Art Azarbarzin, dari NASA Goddard, mengacu pada Satelit NASA-JAXA Pengukur curah hujan tropis, yang diluncurkan pada 1997.
"Kami telah merancang dengan cara yang sama," ujarnya.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014