Kalau ingin subak lestari, maka mata air dan hutannya juga harus bagus. UNESCO tentu akan terus mengevaluasi

Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengajak masyarakat Bali agar dalam menjaga warisan budaya dunia yang sudah diakui UNESCO harus dilakukan secara berkelanjutan.

"Tempat-tempat yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia, termasuk DAS - Daerah Aliran Sungai Pakerisan, Gianyar, itu artinya kita memiliki tanggung jawab untuk menjaganya," kata Pastika dalam acara penyerapan aspirasi dari Forum Komunikasi DAS Pakerisan di Denpasar, Rabu.

Baca juga: Kemendikbud tegaskan pentingnya merawat warisan dunia

Menurut Pastika, secara makro, ekonomi Bali tumbuh positif, angka kemiskinan rendah dan pengangguran juga rendah, namun masalah lingkungan masih menjadi ancaman.

Oleh karena itu, Gubernur Bali periode 2008-2018 itu berharap masyarakat ataupun komunitas juga harus berani menggabungkan diri untuk bersuara jika ternyata warisan budaya funia yang dimiliki Bali kondisinya mulai tergerus karena tidak ada yang mengurusnya dengan jelas.

"Kita tentu tidak ingin lingkungan menjadi rusak, apalagi Bali ini ciptaan Tuhan yang begitu indah. Kita juga harus bersyukur karena di Bali banyak orang yang sadar untuk ikut menjaga Bali. Ini mungkin karena Bali memiliki filosofi Tri Hita Karana (Tiga Penyebab Kebahagiaan)," ucap Pastika pada acara yang juga dihadiri unsur akademisi, praktisi, dan tokoh masyarakat itu

Untuk menjaga lingkungan, lanjut Pastika, juga tidak bisa tanggung jawabnya hanya dibebankan kepada pemerintah. Termasuk daerah aliran sungai yang melekat dengan air dan subak, sudah menjadi tanggung jawab kita semua untuk menjaga keberadaannya.

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi DAS Pakerisan Dr Ir Pande Ketut Diah K mengatakan pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan yang membentang sepanjang lebih dari 30 kilometer itu memiliki beragam vegetasi sehingga sumber air bisa dikelola dengan baik.

"Tujuan dibentuknya forum ini adalah untuk turut menjaga WBD. Apalagi DAS Pakerisan ini merupakan daerah tangkapan air. Selain itu di sepanjang DAS terdapat 12 situs bersejarah dan yang terbesar itu Tirta Empul. DAS ini juga memiliki sejumlah mata air," ucapnya.

Baca juga: Kemendikbud optimis Jalur Rempah masuk daftar sementara warisan dunia

Namun menurutnya, saat ini limbah banyak terbuang ke DAS Pakerisan, fasilitas pariwisata juga banyak. Selain limbah pertanian banyak masuk DAS, sampah plastik juga banyak dibuang ke sungai. Ini mengotori aliran sungai.

"Dengan memperkaya vegetasi di DAS Pakerisan seperti menanam pohon bambu, tentunya bisa menampung air yang nantinya bisa dimanfaatkan subak untuk pertanian," kata Diah.

Sedangkan Prof Santosa, akademisi dari Universitas Udayana berpandangan perlu ada lembaga khusus yang mengurus Warisan Budaya Dunia yang ada di Bali karena jangan sampai keberadaannya malah merana setelah mendapat pengakuan dari UNESCO.

"Kalau ingin subak lestari, maka mata air dan hutannya juga harus bagus. UNESCO tentu akan terus mengevaluasi. Jika WBD kondisinya terus turun, kita bisa kehilangan status itu," ucapnya lagi.

Dalam kesempatan tersebut, peserta diskusi juga mempertanyakan kondisi subak saat ini, subak siapa yang mengasuh? Selain itu juga disoroti data subak yang tidak jelas, sehingga bagaimana pula caranya memberdayakan subak kalau data pastinya tidak jelas.

Demikian pula terkait minat generasi muda bertani makin sedikit karena Bertani dianggap kurang menjanjikan.

Baca juga: RI minta Malaysia dukung pengajuan Jalur Rempah jadi warisan dunia

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024