Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Nur Setiawan Sidik mengeklaim hanya melaksanakan perintah jabatan dari atasan dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017–2023.

Kuasa hukum Nur Setiawan, Ranop Siregar, menjelaskan perintah dimaksud, yakni berasal dari mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahyono untuk melengkapi perubahan usulan kegiatan pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa yang akan dibiayai oleh Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Tahun Anggaran 2017.

"Terdakwa semata-mata hanya melaksanakan perintah jabatannya sebagai bawahan," ucap Ranop dalam sidang pembacaan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu.

Dengan demikian, ia memohon kepada majelis hakim untuk berkenan menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Nur Setiawan batal demi hukum atau harus dibatalkan dan/atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.

Dia mengungkapkan Nur Setiawan pada awalnya telah menyampaikan kepada Prasetyo bahwa belum ada data pendukung dalam pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa.

Data dukung tersebut, yakni Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR), Rencana Anggaran Biaya (RAB), Spesifikasi Teknis, dan Gambar Teknis (Long Section dan Cross Section).

Baca juga: Dua eks Kepala Balai KA didakwa korupsi rugikan negara Rp1,15 triliun

Namun, Prasetyo tetap memerintahkan Nur Setiawan untuk melanjutkan rencana pembangunan Jalur KA Besitang–Langsa.

Mengutip ketentuan Pasal 51 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Ranop menuturkan bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang telah diberikan oleh kekuasaan yang berwenang memberikan tersebut tidak dapat dihukum.

"Maka sangat tidak berlebihan apabila terdakwa melalui tim penasihat hukum memohon majelis hakim untuk menyatakan surat dakwaan tersebut batal demi hukum," tuturnya.

Nur Setiawan didakwa merugikan negara sebesar Rp1,15 triliun dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 hingga 2023.

Baca juga: Kejagung tetapkan 6 tersangka korupsi jalur KA Besitang-Langsa

Perbuatan korupsi dilakukan bersama-sama dengan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2017-2018 Amanna Gappa, Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna Arista Gunawan, serta Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana Freddy Gondowardojo.

Kemudian bersama pula dengan mantan Kepala Seksi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Rieki Meidi Yuwana, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa Halim Hartono, serta Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan periode 2016–2017 Prasetyo Boeditjahjono.

Lalu, dengan PPK wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Akhmad Afif Setiawan serta Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2015–2016 Hendy Siswanto.

Korupsi diduga dilakukan para terdakwa dengan cara memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau dengan menyalahgunakan kewenangan karena jabatan.

Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Kejagung usut dugaan korupsi pembangunan jalur KA Besitang-Langsa

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024