Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. DR. dr. Samsuridjal Djauzi Sp.PD KAI FINASIM mengatakan kelompok usia lanjut dan memiliki penyakit penyerta atau komorbid merupakan kelompok berisiko tinggi terkena herpes zooster atau cacar api.
"Penyebabnya karena reaktivasi virus varisela dari cacar air yang sudah ada di tubuh. Kemudian jadi aktif pertama karena umur di atas 45 tahun berisiko, kedua adalah kekebalan turun karena penyakit diabetes, jantung kronik, paru kronik, atau kekebalan tubuh menurun karena minum obat kanker,” kata Samsuridjal dalam konferensi pers Kenali Penyakit Herpes Zooster dan Pembaruan Jadwal Imunisasi Dewasa 2024 di Kantor PB PAPDI, Rabu.
Penasihat Satgas Imunisasi Dewasa PB Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menjelaskan pada usia dewasa yang memiliki penyakit komorbid diabetes dapat meningkatkan risiko terjadinya herpes zooster sekitar 40 persen.
Sementara untuk penyakit jantung 35 persen dan penyakit paru kronik meningkatkan risiko sekitar 30 persen.
Baca juga: Sosialisasi vaksinasi dewasa bisa kendalikan penyakit cacar
Baca juga: PAPDI: 80 persen penyakit usia dewasa bisa dicegah dengan vaksin
Tidak hanya itu, pada pasien yang terkena kanker juga memiliki risiko terkena herpes zooster 2 kali lebih tinggi karena imun yang menurun akibat kemoterapi, serta faktor risiko lainnya seperti autoimun, dan stress dapat memicu reaktivasi virus varisela menjadi herpes zooster.
Sementara dari jenis kelamin, sebanyak 19 persen wanita menderita herpes zooster karena kemungkinan memiliki fsya tahan tubuh yang lebih lemah dibandingkan laki-laki.
Samsuridjal mengatakan terjadinya cacar api atau herpes zooster adalah virus yang kembali aktif setelah terkena cacar air pada masa lalu. Meskipun cacar air telah sembuh, virus tersebut bersembunyi di dalam tubuh terutama di ujung saraf.
Pada orang dewasa yang belum pernah menderita cacar air, virus varisela bisa jadi sudah masuk ke tubuh namun bisa ditenangkan oleh imunitas tubuhnya sehingga tidak sakit.
Namun dari 90 persen orang dewasa yang pernah terkena cacar air, sekitar 30 persennya akan menjadi herpes zooster pada usia lanjut atau yang memiliki penyakit kronik.
Ia menjelaskan yang membedakan cacar api dan cacar air adalah pada kondisi ruamnya. Pada cacar api, ruam terjadi di area persarafan tertentu seperti dada, perut atau di wajah dekat mata dan hanya terjadi di salah satu sisi tubuh.
Nyeri pada cacar api juga bisa berlangsung enam bulan jika sudah pada tahap yang parah, dengan skala nyeri melebihi sakit karena melahirkan.
“Rasanya seperti kesetrum listrik, rasa terbakar dan tertusuk paku dan itu akan hilang biasanya sekitar 6 minggu, tapi 25-30 persen orang dengan herpes zooster nyerinya nggak hilang, 6 bulan lebih masih nyeri,” katanya.
Herpes zooster, kata Samsuridjal memang tidak menyebabkan kematian namun sangat menurunkan kualitas hidup bagi yang menderitanya dan mengurangi produktivitas.
Komplikasi herpes zooster yang serius bisa menyebabkan 30 persen nyeri pada herpes tidak hilang satu sampai dua tahun, komplikasi pada mata dan bisa infeksi ke otak.
Pencegahan yang bisa dilakukan adalah harus menjalani hidup sehat, makan makanan bergizi, atur pola makan, tidur cukup, hidup optimis dan melakukan minimal empat vaksin untuk dewasa.
“Orang usia lanjut 60 tahunan vaksin yang diperlukan minimal empat, influenza, vaksin pneumokokus ada yang seumur hidup ada yang 5 tahun sekali, ketiga herpes zooster, dan keempat respiratory syncytial virus atau RSV yang sedang didaftarkan ke BPOM,” katanya.
Baca juga: PAPDI umumkan pembaruan rekomendasi jadwal vaksinasi dewasa
Baca juga: PAPDI imbau masyarakat dapatkan imunisasi sepanjang umur
Baca juga: Vaksinasi dinilai penting untuk cegah komplikasi akibat COVID-19
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024