Jakarta (ANTARA) - Sebagai salah satu bentuk pengamanan untuk mencapai ketertiban penataan Barang Milik Negara (BMN), saat ini di lingkungan instansi pemerintah tengah digalakkan percepatan sertifikasi aset.

BMN merupakan keseluruhan barang yang pembelian atau perolehannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014.

Semua bentuk pengelolaan BMN yang meliputi penggunaan, penatausahaan sampai pengamanan merupakan tanggung jawab dari pengguna barang tersebut. Kegiatan pengamanan BMN tersebut dilaksanakan untuk mencegah dan menghindari terjadinya klaim ataupun okupasi dari pihak yang tidak berhak, baik itu masyarakat maupun instansi lainnya.

Permasalahan dari pengamanan BMN yang tidak optimal akan merugikan pihak yang berhak atas aset tersebut, karena tidak dapat memperoleh nilai guna lahan karena aset yang dikelola tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

Sehingga pimpinan Kementerian/Lembaga sebagai pengguna BMN harus mampu mewujudkan tertib administrasi guna memberikan kepastian hukum atas BMN yang dikelola.

Selanjutnya dalam rangka mendukung pengamanan aset instansi pemerintah, Menteri Keuangan dan Menteri ATR/BPN mengeluarkan dasar hukum Pelaksanaan Penyertifikatan Barang Milik Negara (Peraturan Bersama Menkeu dan Ka. BPN Nomor 186/PMK.06/2009 Nomor 24 Tahun 2009).

Penerbitan peraturan tersebut mengharuskan BMN disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia c.q Kementerian Negara/Lembaga, dimana peraturan ini juga dikeluarkan sebagai bentuk pelaksanaan atas Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Tantangan

Penyertifikatan BMN berupa tanah telah menjadi program kerja bersama antara Kementerian Keuangan dan Kementerian ATR/BPN sejak tahun 2013. Hasilnya, sebanyak 28.197 bidang tanah berhasil disertifikatkan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2019.

Dalam hal pengamanan dan tertib administrasi aset negara, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) memiliki peran penting sebagai Pengelola BMN di lingkungan Kementerian/Lembaga untuk melakukan fungsi pengawasan dan pengendalian (wasdal) untuk memastikan kesesuaian pemeliharaan dan pemanfaatan aset negara baik dari aspek hukum administrasi ataupun aspek fisik.

Secara empiris di lapangan menunjukkan masih banyak aset BMN Pemerintah yang belum bersertifikat. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, hal itu dikarenakan beberapa aset yang akan didaftarkan banyak ditemukan adanya permasalahan hukum di atas tanah tersebut (Rivandi & Muhammad, 2021).

Kondisi itu dikarenakan kementerian/lembaga pada umumnya merasa kesulitan dalam hal penyertifikatan aset BMN, dengan penyebab antara lain karena adanya pemanfaatan lahan oleh masyarakat di atas tanah aset Pemerintah, dan banyaknya tumpang tindih kepemilikan lahan milik masyarakat di atas tanah aset instansi pemerintah. Permasalahan tumpang tindih tersebut pada umumnya diketahui setelah pelaksanaan pengukuran bidang tanah yang menyebabkan penyertifikatan menjadi terhambat.

Percepatan penyertifikatan BMN

Dalam rangka percepatan penyertifikatan aset BMN berupa tanah, pemerintah telah mempersiapkan strategi untuk memberikan kemudahan instansi pemerintah dalam legalisasi aset. Hal itu dipicu karena banyaknya kendala dan permasalahan yang menghambat proses sertifikasi aset.

Salah satu permasalahan yang umum terjadi yaitu prosedur penyertifikatan BMN yang cenderung tidak efisien. Oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam administrasi pertanahan telah melakukan beberapa upaya dalam rangka memberikan kemudahan kepada instansi pemerintah dalam legalisasi aset BMN.

Dalam rangka memberikan kemudahan dan percepatan bagi instansi pemerintah untuk mendaftarkan aset berupa tanah, ATR/BPN menerbitkan Surat Edaran Menteri ATR/BPN Nomor 1855/15.1/IV/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Instansi Pemerintah.

Dengan adanya surat edaran tersebut instansi pemerintah tetap dapat melakukan pendaftaran hak dengan memperhatikan ketentuan berikut:

1. Tanah yang didaftarkan berstatus Clean and Clear, tidak ada keberatan dari pihak lain (tidak sengketa), atau tidak dalam penguasaan dan okupasi pihak lain;

2. Apabila sebagian tanah aset BMN terdapat penguasaan masyarakat, maka instansi pemerintah bersama pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan tersebut (mediasi) dengan Kementerian ATR/BPN sebagai fasilitator penanganan penyelesaian permasalahan;

3. Apabila terdapat fasilitas sosial dan fasilitas umum milik pemerintah di atas tanah aset BMN, maka diperlukan surat keterangan dari pengelola fasum dan fasos yang menyatakan ketidakberatan apabila diberikan hak atas tanah tersebut atas nama instansi pemerintah yang melakukan pendaftaran tanah;

4. Apabila keterangan atau bukti kepemilikan tidak lengkap atau tidak ada, maka pembuktian dapat dilakukan dengan surat pernyataan tertulis tentang penguasaan fisik bidang tanah dari penanggungjawab pengelola aset BMN.

Pelaksanaan Kegiatan INTIP

Kegiatan Inventarisasi Tanah Instansi Pemerintah (INTIP) merupakan suatu program untuk menciptakan basis data tanah yang akurat dan mutakhir. Kegiatan INTIP dikoordinasikan melalui kantor pertanahan kabupaten/kota dan instansi pemerintah. Kegiatan INTIP telah diatur dalam Petunjuk Teknis Nomor 4/Juknis-TP/03/01/VI/2022 tentang Pembangunan Basis Data Tanah Instansi Pemerintah melalui Kegiatan INTIP.

Pengenaan Tarif Nol Rupiah untuk Pelayanan Pertanahan Pengenaan Tarif Nol Rupiah untuk sertifikasi aset instansi pemerintah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada Kementerian ATR/BPN. Hal tersebut dapat dilihat pasal 25 ayat (1) PP Nomor 128 tahun 2015. Instansi pemerintah dikenakan tarif sebesar Rp0,00 untuk beberapa pelayanan pertanahan yaitu pelayanan pendaftaran tanah berupa pelayanan pemeliharaan data pertanahan; pelayanan informasi pertanahan; serta pelayanan penetapan tanah objek Penguasaan Benda-Benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB).

Dalam hal sertifikasi aset BMN, dalam hal perubahan/ganti nama pada sertipikat terhadap aset BBSK dapat dilakukan dengan ketentuan tersebut.

Percepatan sertifikasi aset menjadi salah satu fokus kegiatan pemerintah sebagai bentuk pengamanan untuk mencapai ketertiban penataan Barang Milik Negara (BMN). Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai pengelola Barang Milik Negara (BMN) telah melaksanakan program percepatan sertifikasi BMN berupa tanah sejak tahun 2013.

Terdapat beberapa kondisi penguasaan aset BMN yang ditemukan dalam proses administrasi BMN yaitu tanah yang belum bersertifikat, tanah bersertifikat lainnya, serta tanah Bersertifikat Belum Sesuai Ketentuan (BBSK).

Untuk mendukung percepatan penyertifikatan aset BMN berupa tanah, Kementerian ATR/BPN telah melaksanakan kebijakan untuk memberikan kemudahan instansi pemerintah dalam legalisasi aset yaitu: a) penerbitan surat edaran Menteri ATR/BPN Nomor 1855/15.1/IV/2016; b) pelaksanaan kegiatan INTIP; dan c) Pemberlakuan Tarif Nol Rupiah untuk pelayanan pertanahan.

Berdasarkan Laporan Tahunan DJKN Tahun 2022, realisasi dan target pensertifikatan BMN berupa tanah sampai akhir tahun 2022 mencapai 41.100 bidang tanah. Hal tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 145,7 % dibandingkan tahun 2021 dengan adanya penguatan kebijakan yang telah dilakukan.


*) Lucky Akbar adalah Kepala Bagian Pengelolaan BMN Biro Manajemen BMN dan Pengadaan Setjen Kemenkeu

Copyright © ANTARA 2024