Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa dituntut 7,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Kamis.
Tuntutan hukuman tersebut terkait perkara dugaan pemberian hadiah kepada Akil Mochtar saat masih menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, dengan harapan agar MK menolak permohonan gugatan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
"Kami minta agar majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa Chairun Nisa bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan hukuman pidana selama 7 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Pulung Rinandoro pada sidang tersebut.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf c UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji.
"Hal yang memberatkan adalah terdakwa berperan aktif melakukan pendekatan ke hakim MK Akil Mochtar dan aktif minta uang kepada Hambit Bintih. Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum dan menyesali perbuatannya," tambah jaksa Pulung.
Dalam pemaparannya, jaksa menilai bahwa uang sejumlah 294 ribu dolar Singapura, 22 ribu dolar AS dan Rp766 ribu atau setara kurang lebih Rp3 miliar yang berasal dari Hambit Bintih dan Cornelis Nalau ditujukan kepada Akil Mochtar. Di luar uang tersebut, Chairun Nisa juga menerima Rp75 juta.
Tujuan pemberian uang itu adalah agar perkara permohonan gugatan hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas yang diajukan oleh dua pasang calon bupati setempat, yaitu Jaya Samaya Monong-Daldin dan Afridel Jinu-Ude Arnold Pisy, ditolak oleh Akil selaku ketua majelis hakim.
Jika hal tersebut dikabulkan, maka pasangan Hambit Bintih-Arton S Dohong akan tetap dinyatakan sebagai pemenang seperti dalam putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gunung Mas.
Akil saat itu menjadi hakim bersama dua angota panel konstitusi yaitu Maria Farida dan Anwar Usman.
Agar permohonan gugatan tersebut ditolak, maka pada 19 September 2013, Hambit menemui Chairun Nisa di restoran di Hotel Sahid Jakarta untuk melakukan pendekatan kepada pihak-pihak di MK. Atas permintaan tersebut Chairun Nisa menghubungi Akil melalui pesan singkat atau SMS.
Akhirnya pada 20 September, Hambit dan Akil bertemu di rumah dinas Akil di Kompleks Widya Chandra dan menyampaikan agar pengurusan keberatan perkara Gunung Mas berhubungan dengan Chairun Nisa.
Pada 24 September, Akil menginformasikan kepada Chairun Nisa bahwa dia sudah bertemu dengan Hambit dan menambahkan agar Chairun Nisa yang menjadi perantara pengurusannya.
Akil pun minta kepada Chairun Nisa agar Hambit Bintih menyediakan uang Rp3 miliar dalam bentuk dolar AS untuk keperluan pengurusan gugatan hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas di MK.
Permintaan dana oleh Akil Mochtar tersebut disampaikan Chairun Nisa pada 26 September 2013 di Hotel Borobudur kepada Hambit Bintih serta Cornelis Nalau, dan keduanya menyanggupi.
Kemudian pada 2 Oktober 2013, Hambit bertemu dengan Chairun Nisa di Bandara Cilik Riwut Palangka Raya, Kalimantan Tengah, untuk membicarakan penyerahan uang kepada Akil.
Selanjutnya Hambit menyerahkan uang RP75 juta kepada Chairun Nisa, sedangkan uang yang diminta Akil ada di tangan Cornelis Nalau di Jakarta.
Pada 2 Oktober malam, Chairun Nisa mengambil uang dari Cornelis di apartemen Mediterania Tanjung Duren Jakarta dan ditemani oleh Cornelis pergi ke rumah Akil di Kompleks Widya Chandra.
Saat Chairun Nisa dan Cornelis menunggu Akil Mochtar menemui mereka di teras, datang petugas KPK dan melakukan penangkapan terhadap keduanya.
"Pemerimaan uang Rp3 miliar merupakan realisasji janji untuk terdakwa Akil Mochtar melalui SMS-SMS sejak 26 September. Hal itu direalisasikan pada 2 Oktober, dan telah dibuat kesepakatan antara terdakwa dengan Hambit agar penyerahan uang dilakukan terdakwa didampingi oleh Cornelis Nalau agar percaya bahwa benar uang diberikan kepada Akil," jelas jaksa.
Meksi tidak terjadi perpindahan tangan uang Rp3 miliar tersebut dari Cornelis ke Chairun Nisa, tapi perbuatan Chairun Nisa tetap dianggap menerima uang.
"Chairun Nisa tidak mengambil uang tapi langsung mengajak Cornelis masuk ke mobil terdakwa itu dengan keyakinan ada uang di Cornelis. Jadi sudah ada peralihan kepemilikan uang dari Cornelis ke terdakwa dengan memasukkan Cornelis ke mobil terdakwa," jelas jaksa.
Atas tuntutan tersebut, Chairun Nisa dan tim pengacaranya menyiapkan nota pembelaan (pledoi) yang dijadwalkan dibacakan pada persidangan Kamis, 6 Maret 2014.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014