Ada potensi pasar justru melihat kebijakan The Fed itu mungkin akan lebih berperan dan kebijakan The Fed itu akan jadi longgar.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Senior CORE Indonesia Etika Karyani mengatakan dampak terhadap indeks dolar Amerika Serikat (AS) tak signifikan apabila Donald Trump memenangi pemilihan presiden di AS.

“Isu yang terdekat ini kan bagaimana Amerika Serikat itu sekarang kondisinya memang setelah adanya (potensi) kemenangan Donald Trump yang cukup terbuka lebar untuk menduduki kursi Presiden Amerika Serikat (pasca) mundurnya Joe Biden (dari kontestasi pemilihan presiden AS). Jika Trump kembali memenangi pemenang presiden, maka dampaknya terhadap indeks dolar AS itu tidak akan signifikan,” ujarnya dalam Midyear Review CORE Indonesia 2024 yang diadakan secara virtual, di Jakarta, Selasa (23/7).

Ketika Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS pada tahun 2017, katanya pula, memang indeks dolar AS mengalami kenaikan sehingga melemahkan berbagai mata uang negara lain. Untuk tahun ini, apabila Trump memenangi pemilihan presiden, maka ada potensi pasar justru melihat kebijakan Federal Reserve (The Fed) lebih berperan besar dalam mempengaruhi indeks dolar AS.

“Sebenarnya (kenaikan indeks dolar AS saat Trump terpilih menjadi Presiden AS pada tahun 2017) ini juga tidak akan terulang. Karena apa? Ada potensi pasar justru melihat kebijakan The Fed itu mungkin akan lebih berperan dan kebijakan The Fed itu akan jadi longgar,” ujar dia lagi.

Menurut Etika, The Fed mungkin bakal menurunkan suku bunga yang diekspektasikan sekali di tahun 2024 yang diperkirakan oleh Bank Indonesia (BI) terjadi pada bulan November. Bahkan, bisa saja penurunan suku bunga AS juga terjadi pada bulan September mengingat inflasi AS kian melandai, sehingga membuka probabilitas terjadinya pemangkasan suku bunga The Fed dua kali di tahun ini.

"Nah, jika dapat menurunkan suku bunga sampai dua kali, ada kemudian BI Rate juga turun dua kali. Tapi, yang perlu dicermati adalah kemungkinan adanya kebijakan fiskal Amerika Serikat yang justru sangat longgar, maka inflasi justru akan sulit diturunkan. Kalau kebijakan fiskalnya itu sangat longgar atau bisa dikatakan friendly gitu ya, yang memicu kemungkinan konsumsi dan ada lonjakan inflasi lagi, maka kemudian respons The Fed juga akan berbeda,” ujar Etika lagi.

Di sisi lain, Trump disebut mengatakan bahwa dirinya akan menghentikan perang Rusia dengan Ukraina dan perang Palestina melawan Zionis Israel apabila memenangi Pemilihan Presiden AS 2024. Namun, perang dagang dengan Tiongkok dinyatakan bakal tetap berlanjut.

“Kalau ini terjadi, maka ada potensi pasar saham di Asia justru bisa berguguran karena kondisi Tiongkok sebagai salah satu negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu sedang mengalami permasalahan setelah pertumbuhan di kuartal II-2024 ini sebesar tercatat pertumbuhannya sampai 4,7 persen, yang sebelumnya diekspektasikan 5,1 persen. Ketika misalnya ini terjadi, maka harga saham di Asia akhirnya berguguran (akibat) dampak dari kebijakan Trump. Ini akhirnya berdampak juga terhadap indeks harga saham di Indonesia dan terhadap rupiah,” kata dia pula.
Baca juga: BI proyeksikan suku bunga The Fed turun pada November 2024
Baca juga: KISI AM: Sektor properti akan positif seiring potensi rate-cut Fed


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024