Kerugian sebesar Rp10 triliun tersebut muncul antara lain akibat penurunan produktivitas usaha, mobilisasi barang dan orang melalui transportasi darat, udara, dan laut yang tertunda dan terganggu akibat kabut asap itu,"
Pekanbaru (ANTARA News) - Wakil Ketua Umum Bidang Ekonomi dan Kerjasama Internasional Kamar Dagang dan Industri Provinsi Riau, Viator Butar Butar SE, MA, PhD menyebutkan, dampak kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan mengakibatkan Riau mengalami kerugian sekitar Rp10 triliun lebih.
"Kerugian sebesar Rp10 triliun tersebut muncul antara lain akibat penurunan produktivitas usaha, mobilisasi barang dan orang melalui transportasi darat, udara, dan laut yang tertunda dan terganggu akibat kabut asap itu," kata dia, di Pekanbaru, Rabu.
Hal tersebut disampaikannya, menyusul Pemerintah Provinsi Riau telah menetapkan status tanggap darurat kabut asap dengan kejadian luar biasa akibat kebakaran hutan dan lahan untuk membuka lahan baru bagi perkebunan kelapa sawit.
Kabut asap di Riau sudah masuk dalam kejadian luar biasa, karena tujuh kabupaten/kota di daerah ini sudah menyatakan daerah mereka dalam status tanggap darurat.
Menurut Viator, bila dihitung PDRB Riau setiap tahun yang mencapai Rp342,69 triliun lebih, diperkirakan dalam sebulan saja terjadi gangguan aktivitas usaha sebagai dampak kabut asap, berarti 30 persen dari total produktivitas dikalikan dengan Rp342,69 triliun PDRB Riau menimbulkan kerugian sebesar Rp10 triliun tersebut.
Belum lagi, akibat arus barang dan orang yang tertunda, harga ikan di pasaran naik dari sebelumnya Rp20 ribu menjadi Rp30 karena kapal penangkap ikan menunda berlayar karena terhalang kabut asap, katanya pula.
"Transportasi laut, udara, dan darat merupakan urat nadi perekonomian, jika terganggu maka produktivitas otomatis akan anjlok," katanya pula.
Dia menyatakan, bila dihitung pula kerugian di bidang kesehatan tentunya akan lebih banyak merugi lagi.
Dampak kabut asap, katanya pula, banyak warga yang terserang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan memicu penyakit asma serta jantung.
Kondisi itu, ujarnya, juga berimplikasi lanjutan ke depan atas anggaran yang harus dikeluarkan oleh negara dan pribadi untuk membiayai warga yang terserang ISPA dan penyakit lainnya dalam jumlah cukup besar.
Selain anggaran yang dikeluarkan besar, katanya, jika sakit, tentu orang tidak akan bisa berkerja secara produktif, sehingga semua pihak harus sadar bahwa dampak kabut asap sangat multidimensional.
Dia berharap, ke depan perusahaan jangan melihat untungnya saja tanpa peduli akibat kabut asap ini, karena karyawan tidak akan mau bekerja memanen sawit jika kabut asap terjadi selama sebulan.
"Pemerintah kabupaten dan kota terkait harus segera melakukan pemadaman yang didukung oleh tekhnologi, serta membuat hujan buatan," katanya pula.(*)
Pewarta: Frislidia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014