Belanja sosial Indonesia masih terhitung sangat rendah dibandingkan dengan negara anggota OECD pada umumnya
Jakarta (ANTARA) - Ekonom menilai Indonesia perlu meningkatkan belanja sosial (social expenditure) sebelum bergabung dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

“Belanja sosial Indonesia masih terhitung sangat rendah dibandingkan dengan negara anggota OECD pada umumnya,” kata ekonom International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Bona Tua Parlinggomon dalam diseminasi publik di Jakarta, Selasa.

Padahal, sejumlah studi menunjukkan investasi terhadap belanja sosial dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan serta tidak menghalangi pertumbuhan ekonomi.

Belanja sosial juga disebut tidak hanya menyoal belanja konsumsi, namun juga menjadi investasi sumber daya manusia jangka panjang yang dapat menopang keberlanjutan pertumbuhan ekonomi negara.

Terlebih, OECD kerap mengkaji kebijakan (peer review) untuk memberikan rekomendasi perbaikan. Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas program-program belanja sosial, meningkatkan kualitas hidup warga negara, serta memperkuat daya saing di kancah global.

Untuk itu, ekonom merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia dapat menaikkan investasi pada belanja sosial yang memiliki daya ungkit terbesar untuk menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan.

Sebagai contoh, pemerintah dapat mendorong anggaran infrastruktur air dan sanitasi, kesehatan, pendidikan, dan upaya menutup kesenjangan gender dan kelompok rentan lainnya melalui berbagai program perlindungan sosial.

Kajian tersebut tertuang dalam dokumen berjudul “Bunga Rampai: Mengkaji Aksesi Indonesia menuju Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Perspektif Masyarakat Sipil”.

Dokumen itu disusun oleh sejumlah organisasi, di antaranya International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Migrant CARE, The PRAKARSA, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, dan Transparency International (TI) Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, Analis Kebijakan Ahli Madya pada Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Eka Hendra Permana menjelaskan Pemerintah sejauh ini masih terus berupaya membenahi program belanja sosial agar bisa tepat sasaran.

“Yang menjadi pembelajaran adalah bagaimana distribusi bantuan sosial bisa diterima yang berhak. Ini membutuhkan validitas data, di sinilah perlu penguatan kebijakan yang salah satunya bisa dilakukan melalui aksesi OECD,” jelas dia.

Menurutnya, kebijakan OECD yang menjadi rujukan berbagai negara maju bisa menjadi dorongan bagi Indonesia untuk menaikkan standar.

“Kalau kita mau lebih baik, kita harus berani menghidupi standar yang lebih tinggi. Salah satu opsi yang dipertimbangkan Indonesia adalah bergabung ke OECD,” tuturnya.

Baca juga: Erick Thohir: Tata kelola BUMN diakui OECD
Baca juga: Ombudsman RI-OECD bahas penguatan penilaian kepatuhan layanan publik
Baca juga: Tim Fact-Finding Mission OECD mulai tinjau ekosistem semikonduktor RI


Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024