Masih banyak kasus-kasus anak disabilitas yang tidak terlaporkan
Jakarta (ANTARA) -
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan kasus pemenuhan hak anak dengan disabilitas sampai hari ini belum maksimal karena pelanggengan stigma mengenai disabilitas di masyarakat.
 
Komisioner KPAI Pengampu Kluster Anak Disabilitas, Anak Korban Kekerasan Fisik Psikis dan Anak Situasi Darurat Diyah Puspitarini menyebutkan data pengaduan KPAI pada tahun 2023 menerima 7 aduan kasus anak penyandang disabilitas, dan sebagian besar adalah anak yang menjadi korban kekerasan dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar tempat anak tinggal.
 
“Masih banyak kasus-kasus anak disabilitas yang tidak terlaporkan kepada KPAl dan tugas KPAI untuk menyampaikan informasi-informasi yang masif agar masyarakat lebih peduli dengan perlindungan dan pemenuhan hak anak disabilitas,” kata Diyah Puspitarini dalam acara Advokasi dalam Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas bagi Anak dengan Disabilitas di Jakarta pada Selasa.
 
Lebih jauh, pihaknya juga menemukan masih ada akta dan kartu identitas anak disabilitas yang belum maksimal pencatatannya. Kondisi tersebut diperparah dengan minimnya pengetahuan orang tua, masyarakat, dan pemerintah mengenai pola pengasuhan yang harus diberikan kepada anak dengan disabilitas.

Baca juga: Satgas Unpad pelajari sistem layanan disabilitas di Unhas
Baca juga: Puluhan disabilitas di Karawang ikuti pelatihan menjadi barista
 
Sementara dari fasilitas kebutuhan dasar, KPAI juga menemukan layanan akses kesehatan kepada anak disabilitas masih kurang maksimal, yang diikuti dengan minimnya kesempatan untuk mengenyam pendidikan layak bagi anak penyandang disabilitas.
 
Oleh karena itu, pihaknya merekomendasikan beberapa hal, diantaranya agar pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah untuk segera membuat regulasi peraturan daerah terkait dengan pemenuhan hak dan perlindungan khusus disabilitas, terutama untuk anak disabilitas.
 
Selain itu, ia juga meminta pemerintah pusat untuk menyediakan fasilitas pemenuhan hak dasar bagi anak disabilitas, seperti SLB (Sekolah Luar Biasa) dan Balai Latihan Kerja (BLK) yang menyesuaikan dengan kondisi, jumlah dan tren anak disabilitas di setiap provinsi, kota maupun kabupaten sehingga mereka dapat menyalurkan potensi dan mengembangkan kemampuannya.
 
Ia juga merekomendasikan agar pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota perlu menyiapkan SDM pendamping anak disabilitas yang berada dalam perlindungan khusus, baik mereka sebagai korban, saksi, ataupun anak berhadapan dengan hukum.

Baca juga: Unimma kembangkan bola kognitif  tingkatkan eksplorasi disabilitas
Baca juga: Pertuni Probolinggo berikan pelatihan budi daya jamur
Baca juga: Disablitas asal Bangka lulus seleksi pendidikan Bintara Polri 2024

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024