Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Arief Poyuono mengatakan tuduhan korupsi atau pemberantasan korupsi oleh pemerintah terhadap direksi BUMN ternyata memiliki agenda tersembunyi untuk mengganti direksi yang ada karena alasan politik.
"Pemberantasan korupsi di BUMN masih belum jelas. Koruptor BUMN yang diseret ke pengadilan cenderung bertujuan untuk mencopot atau mengganti mereka," kata Arief dalam seminar sehari "Melawan Kebijakan Tebang Pilih Koruptor BUMN" yang diselenggarakan Serikat Pekerja ANTARA, di Jakarta, Selasa.
Seminar itu menampilkan pembicara pakar hukum Bambang Widjayanto SH MH, Irjen Pol Bibit Rianto MM, dan mantan Jampidsus Ramelan SH.
Direksi BUMN yang diseret ke pengadilan seperti Dirut Mandiri ECW Neloe ternyata punya kinerja bagus. Dirut Jamsostek Achmad Junaedi juga punya kinerja bagus, begitu pula dengan Dirut PLN Eddie Widiono yang berhasil menekan kerugian PLN ratusan miliar, kemudian Dirut PT Kaltim Omay K Wiraatmadja.
Ternyata mereka yang dinilai punya kinerja baik malah diseret ke pengadilan hanya karena politik, katanya.
Sementara itu, pengamat dan pakar hukum Bambang Widjayanto mengakui bahwa pemberantasan korupsi di BUMN hingga saat ini masih belum jelas. Hal itu disebabkan karena pemberantasan korupsi direksi BUMN masih tebang pilih atau diskriminatif.
"Direksi BUMN yang ditangkap dan diadili sebenarnya melakukan kesalahan korporasi. Artinya, jika ada kebijakan yang bersifat korupsi itu biasanya sudah disetujui oleh dewan komisaris tapi yang ditahan dan ditangkap hanya direksi sedangkan dewan komisaris atau pengawas dibiarkan," kata bambang.
"Ini merupakan bukti bahwa kebijakan pemberantasan korupsi di tubuh BUMN sangat kabur tergantung pada pesanan sang penguasa," katanya.
Menurut dia, dalam menangani dugaan korupsi direksi BUMN-BUMN haruslah mengedepankan UU Perseroan Terbatas (PT). Penggunaan KUHP harus menjadi pilihan terakhir.
Sementara itu, Irjen Pol Bibit Rianto MM dan Mantan Jampidsus Ramelan mengungkapkan pengalamannya ketika bertugas sebagai aparat penegak hukum, baik sebagai polisi maupun jaksa.
Banyak titipan dari atasan ketika sedang menyidik seorang tersangka korupsi. Artinya, penyidikan dugaan korupsi selalu mengundang banyak intervensi, katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006