Jakarta (ANTARA) - Sidang kasus dugaan korupsi pembangunan Tol MBZ masuk agenda replik (tanggapan penggugat) terhadap keempat terdakwa yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tidak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Selatan, Senin, (22/07).


Keempat terdakwa tersebut yakni, eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono (DD), Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin (YM), Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting Tony Budianto Sihite (TBS) dan eks Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas (SB).


Dalam replik yang disampaikan JPU secara garis besar, menolak pledoi atau pembelaan yang disampaikan oleh para terdakwa dan pengacaranya.


"Berdasarkan Nota Pembelaan atau Pledoi dari Terdakwa dan Penasihat Hukum Terdakwa, maka dengan ini kami memohon agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan; pertama, menerima sepenuhnya dalil atau pendapat kami penuntut umum yang menolak nota pembelaan atau pledoi terdakwa dan tim penasehat hukum terdakwa," kata JPU.


“Berikutnya menerima seluruhnya tuntutan pidana sebagaimana tertuang dalam surat tuntutan yang diajukan oleh JPU," tegasnya.


Sementara Penasihat Hukum DD, Adi Supriyadi dan Penasihat Hukum YM, Raden Aria Riefaldhy tetap pada argumen saat pembacaan pledoi lalu, memohon Majelis Hakim membebaskan DD dan YM dari segala tuntutan JPU. Prinsipnya, apa yang telah disampaikan dalam pledoi akan sama dengan yang akan disampaikan di duplik.


"Kami fokus mempersiapkan sidang duplik, dan saat putusan mohon Majelis Hakim membebaskan DD dari segala tuduhan," ujar Supriyadi singkat.


Hal senada dikatakan Penasihat Hukum YM, Raden Aria Riefaldhy bahwa pihaknya tetap berkeyakinan kliennya YM tidak bersalah, sesuai fakta di persidangan yang menghadirkan saksi-saksi, seperti saksi yang dihadirkan JPU hampir 70-80 persen tidak mengenal YM. "Kami berpegangan pada fakta tersebut," kata Aria.


Aria juga membantah adanya persekongkolan diantara empat terdakwa, karena dalam fakta persidangan sebelumnya jelas disebutkan bahwa mereka tidak saling kenal, kecuali saat berada di mobil tahanan. Bahkan terdakwa SB baru kenal saat di persidangan.

"Bagaimana bisa dikaitkan ada permufakatan, kongkalikong dan menguntungkan para pihak, pernah kenal saja tidak," jelas Aria.


Selain itu lanjutnya, tidak ada lelang hore-hore, karena faktanya, semua sudah dijalankan sesuai prosedur yang ada, dimana dokumen tersebut diserahkan secara hirarki dari atasan.


"Mana ada (hore-hore), kalau disebut lelang hore-hore tidak mungkin peserta lelang lebih dari dua dan yang ikut juga bukan hanya sekedar perusahaan kaleng-kaleng. Ini perusahaan sekelas BUMN," tuturnya.


Sementara ditemui terpisah, keluarga terdakwa DD menilai segala tuntutan JPU sangat tidak berdasar. Apalagi, setelah mendengarkan tuntutan JPU, sangat tidak masuk akal.


"Saya yang baru mempelajari proses pembangunan infrastruktur dari informasi yang ada di persidangan saja bisa melihat bahwa poin-poin dalam dakwaan tidak benar atau bahkan tidak masuk akal, karena jaksa tidak paham istilah-istilah dan informasi yang mereka gunakan dalam dakwaan. Saya yakin masyarakat jika memiliki akses informasi dan fakta-fakta lengkap yang muncul di persidangan, pasti punya kesimpulan yang sama," ungkapnya.


Bahkan selama mengikuti jalannya persidangan sedari awal, keluarga DD mengamati adanya kejanggalan, dimana saksi fakta yang sangat penting justru nyaris tidak dihadirkan.


Tidak hanya itu, adanya pengakuan saksi ahli berdasarkan dokumen-dokumen yang diberikan oleh Jaksa, ternyata setelah dicek oleh terdakwa belum membaca semua dokumen yang terkait.


"Bagaimana satu kasus dugaan korupsi yang telah melibatkan begitu banyak saksi fakta, tetapi pada sesi pembacaan tuntutan hampir tidak menggunakan keterangan-keterangan yang baru diperoleh dari proses persidangan sebelumnya," tuturnya.


Hal ini semakin menguatkan pendapat keluarga bahwa DD adalah pihak yang dikorbankan demi kepentingan tertentu.


Setelah mengalami kasus ini keluarga DD berpendapat ada tiga jenis kasus korupsi, pertama adalah korupsinya ada, dan yang dijadikan tersangka benar pelakunya. Kedua, kasus korupsinya ada tetapi yang dijadikan sebagai terdakwa adalah bukan pelaku.


Sedangkan ketiga adalah kasus korupsi yang sebenarnya tidak ada korupsinya. Untuk kasus yang didakwakan terhadap DD termasuk kategori ketiga bahwa tidak ada korupsi karena tidak ada pihak yang dirugikan atau diuntungkan dengan cara melanggar hukum.


“Yang dipilih untuk dikorbankan adalah mereka yang lemah karena tidak punya power (misalnya pensiunan) dan tidak punya harta," keluhnya.


Mengakhiri wawancara, keluarga DD meminta kepada majelis hakim agar DD terbebas dari tuduhan, dinyatakan tidak bersalah demi kebenaran. Keluarga juga berharap agar masyarakat memperoleh pembelajaran bahwa tidak semua terdakwa yang menjalani persidangan adalah benar pelaku tindak korupsi.


"Ada banyak kondisi yang ternyata dapat menempatkan seorang yang jujur, pekerja keras, dan sangat loyal terhadap perusahaan dan pekerjaannya malah dikorbankan sebagai terdakwa tindak korupsi," tutup keluarga mengakhiri pembicaraan.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2024