Ketemu iya dengan saudara Riyadh, tetapi tidak berdiskusi karena tidak ada waktu untuk diskusi
Jakarta (ANTARA) - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh membantah pernah berdiskusi dengan pengacara pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad, Ahmad Riyadh, soal penanganan perkara Jawahirul Fuad sebelum diputuskan di Hotel Sheraton Surabaya, Jawa Timur.

Pasalnya, kata dia, saat itu dirinya hanya bersalaman dengan Riyadh dan semua orang yang hadir karena di hotel tersebut sedang ada acara pernikahan anak mantan Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung (MA) Profesor Abdul Latif.

"Ketemu iya dengan saudara Riyadh, tetapi tidak berdiskusi karena tidak ada waktu untuk diskusi," ujar Gazalba saat menanggapi kesaksian Riyadh dalam sidang pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Meski Gazalba membantah adanya pertemuan tersebut, Riyadh tetap bersikeras pernah berdiskusi dengan Hakim Agung nonaktif tersebut di Hotel Sheraton Surabaya.

Saat itu, kata Riyadh, pada 10 hari sebelum acara, dirinya menelepon Gazalba mengenai kehadiran Gazalba di Hotel Sheraton Surabaya.

Dalam sambungan telepon, dia menjelaskan niatnya bahwa ingin berkonsultasi dengan Gazalba mengenai suatu kasus yang tidak disebutkan nomor perkaranya.

"Saat itu saya belum tahu majelis hakim yang akan menangani kasus Jawahirul Fuad merupakan Pak Gazalba," ucap Riyadh.

Namun saat bertemu di Hotel Sheraton, ia sudah mengetahui bahwa Gazalba yang menangani kasus tersebut, dan Gazalba menyampaikan kepada dirinya bahwa akan mencoba membantu Jawahirul Fuad tetapi tidak bisa menjamin putusan akan seperti yang diminta karena keputusan bukan hanya ditentukan Gazalba, tetapi dua hakim agung lainnya.

Baca juga: Riyadh cabut BAP soal pemberian uang ke Gazalba karena berita media

Baca juga: Hakim persilakan KPK usut Riyadh karena keterangan palsu soal Gazalba


Dalam kasus dugaan korupsi penanganan perkara di MA, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar.

Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18 ribu dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.

Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Uang gratifikasi itu diduga diterima Gazalba bersama-sama dengan Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul Fuad dengan Gazalba pada 2022 setelah pengucapan putusan perkara, yang mana Gazalba menerima Rp200 juta dan Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.

Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.

Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024