Dominasi industri hasil tembakau di Jawa Timur secara otomatis menjadikan Provinsi Jawa Timur sebagai penyumbang cukai terbesar di Indonesia....
Jakarta (ANTARA) - Industri Hasil Tembakau (IHT) dinilai tidak hanya mengisi pundi-pundi penerimaan pajak di tingkat nasional, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi dan menyerap tenaga kerja di daerah, utamanya di sektor padat karya sigaret kretek tangan (SKT).

IHT juga menjadi salah satu kunci penggerak ekonomi di Jawa Timur (Jatim). Setiap tahun, provinsi itu juga menjadi penerima dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) terbesar.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim Iwan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, menyampaikan IHT merupakan sektor yang memberikan pengaruh signifikan bagi perekonomian Jatim, di mana sub-sektor industri pengolahan ini memberikan kontribusi terbesar kedua pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Industri Pengolahan Jatim.

Baca juga: Perlindungan industri SKT perlu diperkuat karena beri kontribusi besar

Industri SKT berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja karena merupakan industri padat karya dan memiliki keterkaitan sektor hulu hingga ke hilir yang sangat erat dalam penyerapan produksi tembakau lokal dengan melibatkan lebih dari 300.000 petani tembakau dan cengkih.

"Dominasi industri hasil tembakau di Jawa Timur secara otomatis menjadikan Provinsi Jawa Timur sebagai penyumbang cukai terbesar di Indonesia, berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut," kata Iwan.

Dengan kontribusi yang besar ini, Iwan mengatakan penentuan kebijakan terkait IHT tidaklah sederhana, apalagi mempertimbangkan dampaknya bagi kemampuan industri dalam menyerap tenaga kerja cukup besar, khususnya di Jatim.

Di samping itu, geliat IHT nasional juga berdampak dalam peningkatan permintaan komoditas tembakau sebagai bahan baku sehingga dapat memberikan keuntungan besar bagi petani tembakau.

Menurutnya, IHT memberikan multiplier effect, khususnya dalam sektor sosial atau penyedia lapangan kerja dikarenakan sektor tersebut dikategorikan sebagai labor intensive baik dalam guna mendukung aktivitas on-farm hingga off-farm.

"Namun di sisi lain, konsumsi rokok memiliki risiko bagi kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan keselarasan dalam upaya edukasi bagi konsumen rokok serta upaya perlindungan bagi pelaku tata niaga pertembakauan di Jawa Timur mulai dari hulu sampai hilir," tuturnya.

Baca juga: P3M sebut RPP Kesehatan ancam industri hasil tembakau

Berdasarkan data triwulan I-2024, perekonomian Jatim mengalami pertumbuhan sebesar 4,81 persen (year-on-year) dengan nilai PDRB Rp764,33 triliun, di mana sektor industri pengolahan menjadi penopang utama struktur ekonomi Jatim dengan kontribusi sebesar 31,54 persen terhadap PDRB Jatim.

Iwan menjelaskan sub-sektor IHT berkontribusi sebesar 22,78 persen, menjadikannya sub-sektor dengan kontribusi nilai ekonomi terbesar setelah industri makanan dan minuman.

Jatim sendiri merupakan provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia dengan sumbangsih sebesar 43,9 persen dari total produksi nasional.

Pada 2023, tercatat terdapat 1.041 unit IHT di Jatim, di mana 91,64 persen dari unit usaha tersebut memproduksi SKT dalam skala besar dan menengah dengan nilai produksi kurang lebih 195 miliar batang pada 2023.

Dalam keterangan terpisah, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Najib Bukhori mengatakan secara prinsipnya terkait IHT bahwa di dalamnya terdapat penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional yang idealnya didukung dan berjalan bersamaan.

Menurut dia, dua hal itu tidak bisa diabaikan sehingga perlindungan terhadap segmen SKT tetap harus dilakukan, terlebih untuk melindungi kepentingan berbagai pihak seperti petani tembakau yang kontribusinya sangat besar dalam mempertahankan komoditas tembakau Nusantara.

"Kontribusi rokok SKT terhadap pendapatan negara sangat besar melalui cukai yang tinggi. Jika kita lihat dari sisi sosial dan kemanusiaan (penyerapan tenaga kerja), penting untuk mempertahankannya sejauh mungkin," ungkapnya.

Baca juga: IPM adakan TCNLT 2024 bentuk komitmen pengendalian tembakau di RI

Untuk menentukan kebijakan IHT, ia mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan keberlangsungan IHT segmen SKT sebagai sektor padat karya. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada SKT akan berdampak pada buruh yang berisiko pada rasionalisasi karyawan atau PHK, di mana hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja oleh negara.

Oleh karena itu, Najib juga berpesan agar pemerintah perlu memastikan kelangsungan petani tembakau dan kehidupan di SKT itu sendiri.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024