Pak jujur saja, kita sudah tua, ini kami sudah sabar, kalau tidak (sabar), saya sudah minta bapak ditahan..."Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Didi Dwi Sutrisnohadi mengaku bahwa mantan Sekretaris Jenderal ESDM Waryono Karno memberikan uang total 140 ribu dolar AS kepada seluruh pimpinan, anggota dan sekretariat Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat.
"Pak Sekjen menulis di papan kertas, ini loh pembagiannya, untuk pimpinan kira-kira 7.500 (dolar AS), ada empat pimpinan yaitu ketua komisi dan wakil ketua, jadi setelah saya rangkai jumlahnya sekitar 140 ribu dolar AS. Setelah itu untuk anggota Komisi VII jumlahnya 43 orang sekitar 2.500 dolar AS, terus sekretariat itu 2.500 dolar AS seingat saya," kata Didi dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Didi mengatakan hal itu saat menjadi saksi dalam sidang dengan terdakwa mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini.
Pembagian uang tersebut menurut Didi dilakukan pada 28 Mei 2013 saat Waryono melakukan rapat internal sebelum rapat kerja dengan Komisi VII DPR megnenai produksi minyak mentah (lifting).
"Kami tidak ikut rapat. Kami diminta ada di ruang makan yang digunakan untuk rapat tapi saya tidak ikut rapat materi hanya diminta untuk menyediakan dana oleh Pak Waryono Karno," tambah Didi.
Karena Didi mengatakan tidak punya dana, maka ia diminta Waryono untuk menelepon seseorang di SKK Migas yaitu bekas Wakil Kepala BP Migas yang juga tenaga ahli SKK Migas, Hardiono.
"Saya katakan tidak punya nomornya, lalu saya minta tolong dihubungkan sekretaris di Tata Usaha, saya hanya katakan Pak Har, Pak Sekjen nanyain, dan rupanya dia sudah tahu tapi saya tidak tahu konteks pembicaraannya, saya kira tentang duit itu," jelas Didi.
Setelah itu, menurut Didi, ia menyerahkan telepon ke Waryono hingga setelah selesai bicara dengan Hardiono via telepon, Waryono menjelaskan bahwa akan ada dana dari SKK Migas.
"Tak begitu lama Pak Hardiono datang, menyampaikan dana. Saya ada di ruang rapat dalam, lalu uang ditaruh di meja ruang rapat. Pak Sekjen minta buka, dihitung. Saya takut dan saya bilang bukan tupoksi saya. Akhirnya beliau marah lagi dan mengatakan Panggil Ego lalu Ego datang, Go lo jangan diam saja. Ego mengatakan sedang rapat di sebelah tentang materi jadi keluar yang akhirnya saya diminta hitung bersama Asep," ungkap Didi.
Edo yang dimaksud adalah Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial sedangkan Asep adalah Asep Permana, salah satu pegawai di Setjen ESDM.
"Setelah saya hitung, saya lupa jumlahnya. Masih ada tambahan untuk mereka yang perjalanan dinas ke luar negeri tapi saya lupa jumlahnya. Kami kemudian masukkan ke dalam amplop-amplop berinisialkan pimpinan P, untuk anggota A, dan sekretariat S lalu dimasukkan ke dalam tas," tambah Didi.
Setelah dimasukkan, Waryono meminta Didi untuk menyampaikan ke Komisi VII, namun karena Didi takut lalu ia menelepon staf khusus Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana yang bernama Irianto.
"Lalu dia hadir ke tempat kami ke ruang rapat. Saya serahkan tas berisi amplop kemudian kami buat tanda terima dan kebetulan dia mau tanda tangan. Tanda terima sudah kami serahkan ke penyidik," jelas Didi.
Pemberian tersebut merupakan pemberian tahap I karena pada 12 Juni direncanakan pemberian tahap II.
"Pada 12 Juni, saya dipanggil Pak Sekjen, Ini mau rapat DPR, sudah ada dari SKK Migas? kata Pak Sekjen, lalu saya bilang belum ada," tambah Didi.
Namun tidak berapa lama ternyata ada orang suruhan dari SKK migas yang datang dan mencari Waryono untuk menyerahkan uang 50 ribu dolar AS.
"Kalau yang pertama Pak Hardiono langsung yang mengantarkan, yang kedua lain tapi mengaku dari SKK suruhan Pak Rudi. Saya taruh di meja rapat dan sebelumnya sudah menyiapkan amplop untuk pimpinan Komisi seperti pertama tapi akhirnya tidak jadi didistribusikan karena (jumlahnya) hanya segitu," jelas Didi.
Waryono yang saat itu sudah di gedung DPR kemudian meminta agar uang 50 ribu dolar AS tersebut disimpan di biro keuangan hingga akhirnya KPK memanggil Didi untuk diperiksa sebagai saksi untuk Rudi maupun Waryono yang sudah menjadi tersangka dalam kasus penerimaan gratifikasi.
Sayangnya Waryono yang juga menjadi saksi dalam sidang tersebut membantah menerima uang dari Rudi untuk dibagikan ke Komisi VII.
"Di bawah sumpah saya nyatakan tidak pernah terima sesuatu dari Pak Rudi," kata Waryono.
Ia mengaku pada 28 Mei 2013 tersebut sedang rapat untuk mempersiapkan bahan bagi Menteri ESDM Jero Wacik untuk rapat kerja dengan Komisi VII.
"Tidak mungkin karena saat itu ada rapat, dalam konteks ini tidak pernah kita tidak pernah berikan uang ke komisi VII secara eksplisit tidak pernah," tambah Waryono.
Ia bahkan mengaku baru mengetahui kiriman dari SKK Migas sebesar 50 ribu dolar AS yang diterima Didi pada rapat 26 November dan mempertanyakan mengapa Didi menerima uang tersebut.
"Menurut Pak Karo Keuangan kita baru ngerti ada 2 kiriman, terima 150 ribu dolar AS dan 50 ribu dolar AS, itu sangat saya kaget, mengapa U terima? Harusnya U tolak" jelas Waryono.
Saat jaksa penuntut umum KPK memutarkan rekaman pembicaraan telepon Waryono (W) dengan Rudi (R) mengenai bukan kendang dan tutup kendang, Waryono pun masih mengelak. Berikut petikan rekaman tersebut.
R: Insya Allah saya hadir
W: Nah untuk antisipasi itu, barangkali yang ini, hanya arahan Pak Menteri, memang itu lewat Pak ZA, Pak yang dananya gitu. Bagaimana ininya, bapak kepada Pak SB itu bagaimana yah? Tapi kan kayaknya bapak proses advance dulu, oleh karena itu, mohon arahan karena kita talangan pakai APBN nggak mungkin Pak Rudi.
R: Kemarin saya coba yang buka kendangnya dari kita. Tadinya minta, tutup kendangnya saya pikir dari Pertamina. Pertamina udah dihubungi Pak, Bu Karen?
W: Pertamina itu, Pertamina hanya mau OK kalau SKK yang kontak. Kalau institusi kita, institusi pemerintah kayaknya nggak.
R: Kalau gitu saya telepon Bu Karen supaya nanti saya buka tutup kendang, jadi biar sharing gitu. Yang handle acara nanti siapa? ZA bukan?
W: Nanti SB langsung dengan kita.
R: Saya telepon Bu Karen kalau gitu
W: Nanti mungkin segitiganya bapak, Pak Menteri saya kemudian Bu Karen. Tapi Bu Karen mungkin cukup Pak Hanung kali pak.
"Itu suara Pak Rudi, satu lagi suaranya tidak jelas," kata Waryono.
Ketua majelis hakim Amin Sutikno yang mendengar jawaban Waryono bahkan mengancam Waryono untuk jujur.
"Pak jujur saja, kita sudah tua, ini kami sudah sabar, kalau tidak (sabar), saya sudah minta bapak ditahan, saya punya hak untuk itu," kata hakim Amin.
Namun sampai akhir sidang, Waryono tetap tidak mengaku arti buka dan tutup kendang maupun pemberian uang ke Komisi VII DPR.
Dalam perkara ini, Rudi dikenakan pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal tindak pidana pencucian uang berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b subsidair pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberanasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo pasal 65 ayat 1 KUHP dengan ancaman maksimal penjara 20 tahun penjara dengan denda paling banyak Rp1 miliar. (D017)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014