Saksi BF dan PJA ditanya tentang proses lelang pembangunan tempat evakuasi sementara/'shelter' tsunami di NTB
Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin memeriksa dua orang saksi untuk mendalami proses lelang terkait penyidikan dugaan korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Saksi BF dan PJA ditanya tentang proses lelang pembangunan tempat evakuasi sementara/shelter tsunami di NTB," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Saksi tersebut diketahui adalah seorang bendahara bernama Baiq Fahmi (BF) dan Asisten Teknis pada Satker PBL Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR NTB/Anggota Pokja bernama Purwanto Joko Astriyo (PJA).

KPK awalnya juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua saksi lainnya yakni Pejabat Penerbit SPM/ Penguji SPP berinisial JMT (Jublina Marselina Tawa) dan Kepala Balai Sarana Prasana Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya (NTB) berinisial ISR (Ika Sri Rejeki).

Meski demikian kedua saksi tersebut tidak bisa memenuhi panggilan penyidik KPK dan mengajukan permohonan untuk dijadwalkan ulang pemeriksaannya.

KPK pada Senin, 8 Juli 2024 mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES)/Shelter Tsunami oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2014

Penyidik KPK juga telah menetapkan dua tersangka yaitu satu orang penyelenggara negara dan satu tersangka lainnya adalah pegawai di salah satu BUMN.

Baca juga: KPK ungkap penurunan kualitas "shelter" tsunami akibat korupsi

Baca juga: KPK sidik korupsi pembangunan Shelter Tsunami di NTB


Meski demikian, Tessa belum bisa memberikan penjelasan lebih lanjut soal identitas tersangka dan rincian perbuatan melawan hukum oleh para tersangka.

Dia mengatakan detail perkara tersebut akan diumumkan saat penyidikan perkara ini telah rampung, namun menerangkan bahwa kerugian negara dalam perkara tersebut ditaksir mencapai Rp19 miliar.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu mengungkapkan temuan penurunan kualitas bangunan akibat tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan shelter tsunami di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

"Beberapa yang sudah kami cek ada yang memang kualitasnya menurun jadi ini sia-sia ketika terjadi (tsunami), walaupun kita berdoa tidak terjadi lagi," kata Asep di Jakarta.

Asep mengatakan tim penyidik KPK juga turut melibatkan pakar konstruksi dalam pengecekan bangunan shelter tsunami tersebut. Menurutnya bangunan yang akan dijadikan tempat perlindungan dari bencana tidak boleh kompromi soal kualitas bangunan.

"Ini kan antisipasi, kalau seandainya terjadi (tsunami), ini akan sia-sia kalau kualitas bangunannya jelek. Jadi ada juga yang terjadi penurunan dari kualitasnya. Nah itu saat ini sedang dilakukan pengecekan oleh ahli konstruksi," ujarnya.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024