Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut pengacara pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad, Ahmad Riyadh, karena telah memberikan keterangan palsu mengenai Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.

"Silakan saja itu urusan penyidik, majelis hakim tidak bisa membuat penetapan karena berbeda penyidikan," ujar Hakim Ketua Fahzal Hendri dalam sidang konfrontasi kasus dugaan korupsi pengurusan perkara Mahkamah Agung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Pernyataan majelis hakim itu menanggapi permohonan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto mengenai pengusutan Ahmad Riyadh yang dinilai sudah memberikan keterangan palsu saat proses pemeriksaan dengan KPK.

Dia menjelaskan saat pertama kali diperiksa penyidik KPK di kantor Riyadh di Surabaya, Jawa Timur, Riyadh mengaku memberikan uang sebesar Rp500 juta kepada Gazalba di Hotel Sheraton, Surabaya.

Kemudian dalam pemeriksaan kedua, Riyadh mengubah berita acara pemeriksaan (BAP) sebelumnya menjadi pemberian uang kepada Gazalba sebesar 18 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp216,98 juta di Bandara Juanda, Surabaya.

Baca juga: Ahmad Riyadh cabut BAP soal beri 18 ribu dolar Singapura ke Gazalba

Setelah itu, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/7), Riyadh mencabut keterangan dalam BAP tersebut dan menyatakan Gazalba sama sekali tidak pernah menerima uang.

Ia beralasan sempat merasa tertekan saat diperiksa penyidik sehingga memberikan pernyataan yang salah tentang Gazalba.

"Diperlukan tindak lanjut atas tindakan ini karena saksi Ahmad Riyadh diperiksa dalam sumpah," ucap JPU KPK.

Ahmad Riyadh merupakan saksi atas kasus dugaan korupsi pengurusan perkara di MA yang menyeret Gazalba sebagai terdakwa.

Baca juga: Penyidik: Ahmad Riyadh akui "plong" saat beri keterangan soal Gazalba

Dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar.

Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18.000 dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.

Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait pengurusan perkara kasasi Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Uang gratifikasi itu diduga diterima Gazalba bersama-sama dengan Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul Fuad dengan Gazalba pada 2022 setelah pengucapan putusan perkara, yakni Gazalba menerima Rp200 juta dan Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.

Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.

Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Saksi: Gazalba beri perintah kabulkan kasasi lewat kertas coretan
Baca juga: Pengadilan Tipikor perintahkan Gazalba Saleh kembali ditahan

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024