Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko menyatakan, rekonsiliasi konflik sosial antara warga Pelauw dan Kariuw di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, telah selesai dengan dipulangkannya 1.245 jiwa pengungsi..

Penyelesaian rekonsiliasi tersebut disampaikan Moeldoko usai memimpin Rapat Koordinasi Penutupan Penyelesaian Konflik Sosial di Pulau Haruku, Provinsi Maluku di gedung Bina Graha, Jakarta, Senin, bersama Pj. Gubernur Maluku, Pj. Bupati Maluku Tengah, perwakilan dari Kemenko PMK, Kementerian PUPR, BNPB, Kemensos, Kemenkopolhukam, Kemdagri, Kementerian Pertanian, serta perwakilan TNI-Polri.

"Konflik ini terjadi pada Januari 2022 sampai dengan 2024 ini. Dan waktu itu ada 1.245 masyarakat yang mengungsi ke Aboru," kata Moeldoko saat memberikan keterangan pers di Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden Jakarta, Senin.

Baca juga: Kapolda Maluku harap rekonsiliasi Pelauw Kariu jadi panutan perdamaian

Moeldoko menjelaskan, saat ini 1.245 masyarakat yang mengungsi di Aboru sudah kembali ke Desa Kariuw atau di tempat asalnya.

Mantan Panglima TNI itu menegaskan bahwa konflik di Pulau Haruku tersebut bukanlah konflik agama, namun konflik soal perbatasan wilayah.

Baca juga: Pemerintah Negeri Kailolo Haruku mendukung kepulangan warga Kariuw

Tokoh masyarakat dari masing-masing daerah juga telah sepakat bahwa tanah yang sebelumnya disengketakan akan menjadi cagar budaya, begitu juga dengan batu keramat yang dipermasalahkan oleh masyarakat Pelauw.

"Sudah bersepakat, untuk tidak lagi dipersoalkan, yang tadinya di status quo, saat ini disepakati menjadi cagar budaya. Berikutnya, untuk batu keramat yang dituntut oleh masyarakat Pelauw, sudah juga diselesaikan antar pimpinan tokoh-tokoh mereka," kata Moeldoko.

Baca juga: KSP harap perdamaian warga Kariuw dan Pelauw tak hanya di atas kertas

Ia pun mengimbau agar masyarakat tidak mudah untuk diprovokasi oleh pihak mana pun sehingga pengalaman buruk ini tidak terulang.

Seperti diketahui, konflik sosial di Pulau Haruku Maluku Tengah terjadi pada akhir Januari 2022 lalu.

Konflik ini dipicu bentrokan antar warga desa Ori dan Kariuw. Kejadian bermula dari aksi warga menggarap lahan yang masih disengketakan.

Baca juga: Warga Pelauw - Kariuw sepakat berdamai dan akhiri konflik

Selain menyebabkan korban jiwa meninggal dan luka-luka, bentrokan ini juga berbuntut pada aksi pembakaran rumah-rumah warga, tempat ibadah, dan sejumlah fasilitas umum lainnya. Akibatnya, terdapat 1.234 jiwa atau 330 Kepala Keluarga terpaksa harus mengungsi.

Kantor Staf Presiden mengawal penuh penanganan konflik sosial di Pulau Haruku, Maluku Tengah. Selain melakukan serangkaian rapat koordinasi bersama pemerintah daerah dan kementerian/lembaga, Kantor Staf Presiden juga melakukan verifikasi lapangan, dengan mengunjungi lokasi konflik, dan lokasi pengungsian di negeri Aboru.

Baca juga: KSP: Masih dikaji proses pemulangan pengungsi Pulau Haruku

Untuk diketahui, masih ada 801 jiwa yang tidur di tenda sehingga dalam waktu singkat pihak PUPR akan menyelesaikan 207 unit rumah yang akan dibangun.

Moeldoko turut mendorong kementerian/lembaga terkait untuk segera menyelesaikan skema bantuan bibit perkebunan dan hewan ternak bagi warga terdampak konflik.

"Situasi saat ini sudah jauh lebih baik dibanding beberapa tahun lalu sehingga diharapkan peran pemerintah daerah bisa lebih mengawal proses pemulihan," katanya.

Baca juga: Penyelesaian konflik Pulau Haruku harus melibatkan tokoh pemuda
Baca juga: Beredar rekaman menghasut, Kapolda: Warga Haruku jangan terprovokasi

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2024