Istanbul (ANTARA) - Mahkamah Agung Bangladesh pada Minggu menginstruksikan pemerintah untuk mengurangi kuota afirmasi untuk penerimaan pegawai negeri (PNS) menjadi tujuh persen dari jumlah sebelumnya 56 persen.

Dilaporkan dari Dhaka, kuota tujuh persen tersebut terdiri dari lima persen untuk kalangan anggota keluarga pejuang perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971 dan masing-masing satu persen untuk pelamar wanita dan kelompok minoritas.

Keputusan tersebut disampaikan Mahkamah Agung usai pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina meminta keputusan pengadilan terkait kuota penerimaan pegawai negeri.

Hasina melakukan hal itu demi meredakan protes mahasiswa terkait sistem kuota pegawai negeri yang berujung pada kerusuhan di berbagai wilayah di negara Asia Selatan itu.

Sementara itu, sejumlah sumber dari rumah sakit di Dhaka menyebutkan bahwa hingga Minggu pagi, jumlah korban tewas dalam kerusuhan itu mencapai 131 orang dan korban luka mencapai ribuan.

Demi mencegah protes meluas, pemerintah Bangladesh sejak Kamis (18/7) memutus layanan internet seluler dan konektivitas pita lebar (broadband), serta membatasi akses media sosial.

Baca juga: Internet di hampir seluruh Bangladesh terputus imbas pembatasan medsos

Pada Jumat (19/7), pemerintah Bangladesh juga memberlakukan jam malam dan melarang kerumunan.

Perintah jam malam yang awalnya berlaku hingga Minggu pagi diperpanjang hingga waktu yang belum ditentukan.

Aksi protes terhadap sistem kuota 56 persen dalam pekerjaan publik di negara Asia Selatan itu kian panas pekan ini, seiring dengan penutupan lembaga pendidikan di seluruh Bangladesh oleh pemerintah.

Namun, para mahasiswa menolak meninggalkan universitas.

Sebelum putusan Mahkamah Agung tersebut, sistem rekrutmen pegawai negeri Bangladesh menetapkan sekitar 30 dari 56 persen kuota penempatan PNS diperuntukkan bagi kalangan putra dan cucu para pejuang perang kemerdekaan.

Sumber: Anadolu

Baca juga: PBB desakkan akuntabilitas setelah 75 orang tewas di Bangladesh
Baca juga: Kemlu pastikan ratusan WNI selamat di tengah demonstrasi Bangladesh

Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024