Jakarta, (ANTARA News) - Ir. Moh. Gempur Adnan, Deputi Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, mengatakan musibah longsor di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Bantargebang, Bekasi, baru-baru ini seharusnya menjadi pelajaran berharga sebagai masukan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Sampah yang sedang diproses."Masukan tersebut bisa tentang pengaturan keselamatan kerja, peran supervisi, dan pihak-pihak yang mesti bertanggungjawab dalam pengelolaan sampah," kata Gempur kepada ANTARA di Jakarta, Selasa siang.Lebih lanjut ia menjelaskan proses penyusunan RUU Sampah yang diprakarsai oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH) saat ini sampai pada tahap pembahasan di Departemen Hukum dan HAM."RUU tersebut masih di Departemen Hukum dan HAM, belum bergulir ke parlemen. Mereka menyebut RUU Sampah belum menjadi prioritas, saya juga heran dengan hal itu ... padahal kita menghasilkan sampah tiap hari," kata Gempur.Menurut pengamatannya, beberapa hari setelah kejadian longsor berlalu, pihak berwajib belum dapat menentukan siapa-siapa yang harus bertanggungjawab atas peristiwa tersebut.Pembuatan RUU Sampah, yang diajukan KLH sejak akhir tahun 2005 itu dilatarbelakangi oleh munculnya sejumlah kasus di TPA sampah yang menyebabkan korban jiwa, problema penumpukan sampah di kota Bandung, dan kesulitan yang dihadapi oleh Jakarta dalam menentukan lokasi TPA.Dalam RUU Sampah itu, semuanya akan diatur secara jelas baik yang menyangkut pemerintah pusat, daerah, maupun kewajiban masyarakat, katanya.Pada kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Dana Mitra Lingkungan, Sri Bebassari mengatakan, setiap hari terdapat sekitar 6.000 ton sampah yang dihasilkan oleh warga Jakarta."Dari aspek hukum kita belum punya UU Sampah, padahal Jepang telah memiliki UU itu sejak 100 tahun lalu," kata Sri.Peristiwa longsor gunungan sampah di Bantargebang pada Jumat (8/9) dinihari mengakibatkan tiga orang pemulung meninggal dunia dan belasan lainnya luka-luka.Kejadian serupa juga terjadi di TPA Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, pada Februari 2005, menewaskan lebih dari seratus orang korban.(*)

Copyright © ANTARA 2006