Jakarta (ANTARA) - Ketua Jakarta Pain Intervention, Neuromodulation, and Sonologist International Conference, dr. Alief Noeriyanto Rahman, mengatakan, manajemen intervensi nyeri atau interventional pain management (IPM) dapat menunjang pengelolaan dan penanganan berbagai masalah nyeri secara lebih optimal.

Alief mengatakan di Jakarta, Minggu, bahwa saat ini nyeri merupakan suatu hal yang selalu dikeluhkan sebagai salah satu gejala suatu penyakit, padahal kini nyeri dapat menjadi sumber utama dari penyakit itu sendiri.

"Nyeri merupakan suatu hal yang ditakuti oleh hampir semua pasien karena nyeri menimbulkan rasa tidak nyaman, berakibat pada terhambatnya aktivitas sehari-hari, dan secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas hidup seorang pasien," katanya.

Dia menjelaskan, terdapat beragam jenis nyeri yang dirasakan seseorang, seperti nyeri akut, nyeri kronis, nyeri nosiseptif, nyeri viseral, nyeri somatik, nyeri neuropatik, bahkan nyeri phantom yang tidak diketahui asalnya dari mana.

Menurut dia, penanganan nyeri merupakan hal yang kompleks, personal, dan berbeda bagi setiap pasien, tergantung kondisi kesehatan yang dimiliki. Nyeri yang ditangani secara baik, terutama nyeri kronik, ujarnya, mampu meningkatkan kualitas hidup pasien.

Dia menambahkan, prosedur IPM adalah suatu tindakan minimal invasif yang dilakukan dengan panduan alat untuk mengobati nyeri akut dan kronik secara jangka panjang atau permanen.

Adapun IPM, katanya, dilakukan dengan cara memasukkan obat, zat, atau alat tertentu ke dalam bagian tubuh tertentu yang menjadi sumber nyeri. Selanjutnya, saraf yang menjadi bagian dari perjalanan nyeri tersebut diblok menggunakan alat pemandu seperti ultrasonografi (USG), fluoroskopi, C-Arm, dan alat penunjang lainnya.

Dia menilai prosedur itu efektif dalam menangani sejumlah kasus nyeri, karena sejumlah keunggulan antara lain penggunaan bius lokal sehingga risiko lebih kecil, membantu pasien mengurangi atau menghentikan konsumsi obat nyeri, bahkan pemulihan yang lebih cepat dan dini.

Alief menambahkan, nyeri berkembang menjadi suatu ilmu yang saat ini sangat populer di kalangan peneliti dan pendidik. Selain itu, katanya, seiring dengan semakin canggihnya teknologi, penyakit itu dapat ditangani dengan berbagai cara, baik terapi bedah maupun nonbedah.

Ilmu nyeri yang semakin berkembang, kata Alief, mendorong para ahli khususnya di bidang kedokteran untuk terus mendalami ilmu nyeri agar suatu saat dapat menjadi salah satu terapi konservatif, paliatif, bahkan definitif yang tentunya disesuaikan dengan kondisi pasien.

Baca juga: Dokter sebut nyeri pinggang bukan pertanda sakit ginjal

Baca juga: Pola makan buruk gaya hidup tidak aktif picu nyeri sendi usia muda

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024