Istanbul (ANTARA) - Pemerintah Bangladesh pada Sabtu (20/7) memberlakukan jam malam di seluruh negeri dan mengerahkan pasukan di tengah protes yang disertai kekerasan yang menyebabkan kematian sedikitnya 75 orang.

Jam malam diberlakukan pada Jumat malam dan akan tetap berlaku hingga Minggu pagi ketika pihak berwenang akan meninjau situasi di negara Asia Selatan tersebut.

Jaringan broadband dan internet seluler telah dihentikan di seluruh negara sejak Kamis.

Seorang penduduk lokal dari luar Dhaka mengatakan kepada Anadolu melalui telepon bahwa situasi di ibu kota "tidak menentu dan tegang" dengan adanya laporan bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan.

"Pemerintah tampaknya tidak bisa mengendalikan situasi," kata warga lokal itu yang enggan disebutkan namanya.

Lebih dari dua ribu orang terluka dalam perkelahian di seluruh negeri.

Protes terhadap sistem kuota 56 persen dalam pekerjaan publik meningkat di negara Asia Selatan itu pada pekan ini, seiring dengan penutupan lembaga pendidikan di seluruh Bangladesh oleh pemerintah.

Namun, para mahasiswa menolak untuk meninggalkan kampus akademi dan kampus universitas.

Sekitar 30 persen dari 56 persen kuota pegawai negeri sipil (PNS) negara tersebut diperuntukkan bagi putra dan cucu mereka yang berpartisipasi dalam perang pembebasan Bangladesh pada tahun 1971.

Pemerintah diperkirakan akan mengajukan banding pada Minggu ke Mahkamah Agung untuk mengurangi kuota menjadi 20 persen.

Pada Jumat (19/7), setidaknya 30 orang tewas ketika pengunjuk rasa juga masuk ke dalam penjara dan membebaskan puluhan tahanan di distrik pusat Narsingdi, di luar Dhaka.

Amnesty International mengatakan meningkatnya jumlah korban tewas adalah "dakwaan mengejutkan atas intoleransi absolut yang ditunjukkan oleh pihak berwenang Bangladesh dalam memprotes dan perbedaan pendapat."

"Penggunaan kekerasan yang melanggar hukum terhadap pengunjuk rasa menunjukkan pengabaian yang tidak berperasaan terhadap hak untuk hidup dan kegagalan aparat penegak hukum dalam menegakkan kewajiban mereka berdasarkan hukum hak asasi manusia domestik dan internasional," kata kelompok hak asasi manusia tersebut dalam sebuah pernyataan.

Tanpa adanya internet, arus informasi dari Bangladesh menjadi sedikit.

Banyak ekspatriat Bangladesh mengeluh bahwa mereka tidak dapat menghubungi keluarga mereka karena pemblokiran internet.

Sumber: Anadolu

Baca juga: PBB desakkan akuntabilitas setelah 75 orang tewas di Bangladesh
Baca juga: Kemlu pastikan keamanan WNI di tengah protes kuota PNS Bangladesh

Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024