Stephane Dujarric dalam pernyataannya mengatakan Guterres akan segera menyerahkan temuan tersebut ke Majelis Umum PBB, yang telah meminta nasihat pengadilan pada 2022.
"Keputusan ada di tangan Majelis Umum bagaimana akan melanjutkan masalah ini." kata dia.
Guterres menegaskan kembali bahwa semua pihak harus terlibat kembali dalam jalur politik yang telah lama tertunda untuk mengakhiri pendudukan dan menyelesaikan konflik sejalan dengan hukum internasional, resolusi PBB yang relevan, dan perjanjian bilateral, menurut pernyataan tersebut.
Satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah visi dua negara – Israel dan Negara Palestina yang sepenuhnya independen, demokratis, berdampingan, layak dan berdaulat – hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan dalam batas-batas yang aman dan diakui, berdasarkan perjanjian sebelum tahun 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kota kedua negara,” kata pernyataan itu.
ICJ dalam opininya menyatakan pendudukan Israel di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang telah berlangsung selama puluhan tahun itu “melanggar hukum” dan harus diakhiri “secepat mungkin.”
Dikatakan bahwa Israel harus menghentikan aktivitas permukiman baru, dan "mengevakuasi" seluruh pemukim dari Wilayah Palestina yang Diduduki.
Majelis Umum telah mengadopsi resolusi yang meminta ICJ memberikan pendapat hukum mengenai konsekuensi hukum yang timbul dari pendudukan Israel di wilayah Palestina sejak 1967, bagaimana kebijakan dan praktik Israel mempengaruhi status hukum pendudukan, dan apa dampak hukum yang timbul bagi seluruh negara bagian dan PBB dari status tersebut.
Guterres juga menegaskan seruan mendesak bagi gencatan senjata kemanusiaan dan pembebasan sandera yang ditawan di Gaza tanpa syarat.
Sumber: Anadolu
Baca juga: OKI sambut baik keputusan ICJ soal pendudukan Israel di Palestina
Baca juga: Menlu Al-Maliki: Fatwa ICJ tegaskan kedaulatan Palestina atas tanahnya
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2024