Surabaya (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa mendorong lulusan pesantren menjadi pembelajar sejati dengan terus menaikkan kapabilitas dan terus meningkatkan kompetensi.  

"Menjadi pemimpin adalah menjadi pembelajar sejati. Harus terus menaikkan kapabilitas dan terus meningkatkan kompetensi. Karena semakin tinggi posisi seorang pemimpin di manapun berada maka semakin besar pula tanggung jawabnya," kata Khofifah saat memberikan pengarahan dalam acara Silaturahmi Akbar Sarjana dan Magister Lulusan PTKI/Ma’had Aly penerima beasiswa Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2019-2022 di Surabaya, Sabtu.
 
Kepada 2.000 orang yang hadir, Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024 menyebutkan data Global Competitiveness Index tahun 2023, di mana Indonesia berada di urutan ke 34.
 
Masih di bawah Singapura di urutan 4 dan juga Malaysia di urutan 27. Begitu juga berdasarkan data Global Innovation Index tahun 2023, Indonesia berada di urutan 61. Sedangkan Malaysia berada di urutan 36 dan Singapura ada di urutan ke 5.
 
Dengan kondisi ini, Khofifah mengatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) di Indonesia tidak ada pilihan lain selain mengejar ketertinggalan dengan meningkatkan kualitas SDM. Salah satunya adalah seperti yang dilakukan Pemprov Jawa Timur bersama dengan LPPD dengan menyediakan program beasiswa jenjang sarjana dan magister bagi lulusan pesantren.
 
"Pendidikan menjadi sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan, mengangkat harkat dan martabat serta kemajuan Bangsa. Maka harapan besar kami semua sejatinya ada di Pundak panjenengan semua," kata Khofifah.
 
Menurut wanita yang juga mantan Menteri Sosial dan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini, kebijakan afirmatif menjadi cara untuk mewujudkan kesetaraan akses. Khususnya untuk memberikan hak yang sama pada mereka yang tidak menjangkau pendidikan tinggi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya menaikkan kualitas, kapasitas dan kompetensi.
 
"Selain itu juga meningkatkan mobilitas sosial, mengangkat harkat martabat dan status sosial dan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat demi memutus mata rantai kemiskinan," ujarnya.
 
Namun yang harus dicatat, ditegaskan Khofifah adalah ketepatan affirmative-equity policy. Di mana yang dibutuhkan adalah equity (ekuitas) bukan sekadar equality (persamaan). Sebagaimana diketahui, equality berarti setiap individu atau kelompok orang diberikan sumber daya atau peluang yang sama.
 
"Sedangkan afirmasi berlandasarkan equity memberikan bantuan sesuai dengan keadaan setiap orang, di mana setiap orang memiliki keadaan yang berbeda dan dibutuhkan untuk bisa mencapai hasil yang setara. Inilah yang dibutuhkan, afirmasi equity," ujar Khofifah.
 
Lebih lanjut Khofifah pun menegaskan bahwa generasi yang saat ini harus disiapkan untuk menyambut Indonesia Emas 2045.
 
Menuju Indonesia Emas, dibutuhkan generasi yang memiliki nasionalisme yang kuat, memiliki personal quotient yang tinggi mulai dari IQ, EQ, SQ dan juga AQ, serta memiliki penguasaan pada Digital Quotient yang meliputi digital citizenship, digital creativity dan digital entrepreneurship.
 
"Maka menyambut masa depan Indonesia Emas 2045 tersebut, pendidikan pesantren adalah faktor kunci populasi usia produktif menjadi bonus demograsi. Kalau tidak dioptimalkan maka justru akan menjadi bencana demografi," ujarnya.
 
Pada seluruh peserta yang hadir, Khofifah menyampaikan bahwa dengan semakin kompleks tantangan masa depan, ilmu dan sosial, maka menjadi pembelajar sejati adalah sebuah keniscayaan yang harus dilakukan.
 
“Siklus 3E menjadi kunci pembelajar sejati. Yaitu tak lelah melakukan eksperimen, terus berlatih diri untuk mendapatkan pengalaman dan juga berlatih menjadi expert atau ahli. Seorang expert selalu adaptif pada perubahan, siap berkompetisi dan tak segan bersinergi,” kata Khofifah.

Baca juga: Khofifah ajak lawan ujaran kebencian dengan kuatkan literasi digital
Baca juga: Khofifah ajak Muslimat NU Kepri pererat tali silahturahmi
Baca juga: Khofifah ajak Muslimat NU jadi garda terdepan untuk turunkan stunting

 

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024