Palembang (ANTARA) - Sebanyak 54 Indikasi Geografis jenis kopi dari berbagai daerah di Tanah Air telah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Saat ini sudah ada 54 Indikasi Geografis (IG) jenis kopi yang terdaftar, jumlahnya akan terus bertambah karena sekarang ini ada beberapa jenis kopi dalam proses pemeriksaan substantif Direktorat Merek dan IG, seperti kopi robusta Lahat," kata Ketua Tim Pemeriksa Substantif Direktorat Merek dan IG Kemenkumham Idris seusai melihat kondisi perkebunan kopi di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, Sabtu.
Baca juga: Indonesia pamerkan 50 produk kopi indikasi geografis di Sidang WIPO
Dia menjelaskan, kopi robusta dari perkebunan Kabupaten Lahat mayoritas menggunakan proses pengolahan alami (naturaly), namun proses tersebut memerlukan waktu yang lama dan pada akhirnya akan ditinggalkan.
Perkembangan dan kecenderungan (tren) kopi ke depan adalah proses pecah kulit, karena permintaan pasar Eropa dimana akan menghasilkan biji kopi (green bean) dengan bentuk yang bagus.
"Fakta di lapangan, produksi kopi Lahat masih sangat bisa dan potensial untuk ditingkatkan dengan pengolahan mengikuti tren tersebut," ujarnya.
Baca juga: BRIN dorong Kopi Tolaki terdaftar dalam Indikasi Geografis
Menurut dia, kopi robusta merupakan jenis kopi yang bersifat serbuk silang, maka lebih baik menanam empat jenis robusta agar pembuahan merata.
Penjemuran juga harus dilakukan dengan baik, jangan di atas aspal, semen, tanah, ataupun dekat dengan kandang ternak, karena kopi bersifat menyerap bau di sekitarnya.
Lebih lanjut Idris menjelaskan bahwa bentuk produk kopi robusta Lahat berupa kopi biji (green bean), kopi sangrai (roasted bean), dan kopi bubuk (ground coffee).
Baca juga: Petani kopi Karawang daftarkan paten indikasi geografis kopi robusta
Produk tersebut harus sudah bersertifikasi standar nasional Indonesia (SNI) mutu satu atau dua, sehingga para petani wajib melakukan petik merah 'cherry' buah yang sudah matang.
Seluruh proses mulai dari penanaman, pengolahan, alat yang digunakan, keanggotaan, kelompok tani, gabungan kelompok tani, luas wilayah, dan informasi tentang kopi Lahat secara mendetail harus tertera dalam dokumen deskripsi.
Baca juga: Banyuwangi daftarkan kopi robusta peroleh paten indikasi geografis
Sedangkan yang boleh disematkan label IG adalah kopi yang pengelolaan sudah sesuai standar produksi serta memiliki mutu yang baik berdasarkan acuan SNI (mutu I dan II).
Dalam kemasan juga harus ada kode runutan agar dapat mengetahui dan menelusuri dari mana asalnya kopi tersebut,” jelas Idris.
Sementara, Kakanwil Kemenkumham Sumse Ilham Djaya mengapresiasi evaluasi hasil pemeriksaan substantif kopi robusta Lahat.
"Saya berharap agar kopi robusta Lahat ini ke depannya dapat segera memiliki sertifikat Indikasi Geografisnya.
Hal ini tentunya dapat memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan para petani kopi di Kabupaten Lahat," ujarnya.
Baca juga: Peneliti: Kopi Bantaeng berpeluang kantongi hak Indikasi Geografis
Selanjutnya, masyarakat perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) sebagai kesatuan produsen dan pelaku usaha juga harus berperan dari hulu hingga ke hilir, dari mulai budidaya, pengolahan, pengendalian kualitas mutu, sampai dengan pemasaran.
Maka dari itu perlu adanya peran aktif dari seluruh pengurus dan anggota yang terdiri dari petani, pengolah, sampai ke pedagang.
Melalui upaya tersebut, masyarakat Kabupaten Lahat patut bangga jika nantinya produk kopi robusta yang mereka hasilkan dapat dipasarkan tidak hanya di skala nasional tapi juga internasional, ujar Kakanwil Ilham.
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2024