Lanzhou (ANTARA) - Saya berkunjung ke Dunhuang dengan harapan dapat mengagumi Gua Mogao yang telah berusia ribuan tahun dan oasis berbentuk bulan sabit yang terletak di antara bukit-bukit pasir nan menjulang. Saya tidak menyangka bahwa saya akan menjadi bagian dari sebuah konser unik di bawah langit berbintang di gurun itu.

Dalam perjalanan saya baru-baru ini ke Kota Dunhuang di Provinsi Gansu, China barat laut, saya mengunjungi Mingshashan dan Danau Bulan Sabit, sebuah objek wisata oasis di Gurun Gobi. Saat senja tiba, saya bergabung dengan banyak pengunjung yang mendaki pasir nan lembut dan hangat untuk mencapai titik pandang yang menghadap ke Danau Bulan Sabit yang airnya berkilauan.

Saat malam tiba, gurun pasir itu menjadi hidup dengan alunan musik yang dimainkan oleh seorang DJ di kaki bukit pasir. Ribuan suara bergabung bersama dalam nyanyian, dengan perpaduan yang menyenangkan antara melodi yang menyentuh hati dan nada-nada yang riang. Senter-senter ponsel melambai-lambai serempak, menciptakan lautan cahaya berkelap-kelip di atas bukit pasir.

Javier Garcia, seorang jurnalis dari Spanyol, dikelilingi oleh puluhan mahasiswa muda dari Universitas Renmin, China, yang melakukan perjalanan dari Beijing ke Dunhuang dalam rangka tur kampus.

"Meskipun saya tidak dapat memahami liriknya, saya mendapati diri saya terhanyut dalam suasana yang menggembirakan," ujar Garcia sambil bergabung dengan para mahasiswa yang bergoyang mengikuti irama.

"Konser di bawah bintang-bintang" ini merupakan daya tarik yang relatif baru. Diluncurkan pada musim panas 2023, konser ini merupakan salah satu upaya Dunhuang untuk mendiversifikasi tawaran pariwisatanya di luar budaya, seni, dan tamasya lanskap alam.

Selama puncak musim turis dari Juni hingga pertengahan Oktober, para pengunjung dapat menikmati pertunjukan malam ini. Lirik lagu diproyeksikan ke bukit pasir, sementara sejumlah drone menyusun berbagai bentuk rumit di angkasa, terkadang menggambarkan "apsara terbang" yang terkenal dalam seni Dunhuang dan di lain waktu menggambarkan bangunan ikonis berlantai sembilan di Gua Mogao. Pada malam-malam tertentu, kembang api menerangi lanskap gurun itu.

Lin Haofei, seorang mahasiswa Universitas Renmin China, mengatakan bahwa dia menyukai konsep konser itu karena konsep tersebut mengubah semua orang menjadi penampil. Menurutnya, hal ini menciptakan rasa hubungan yang kuat antara kota dan pengunjungnya.

Konser tersebut bukanlah satu-satunya sentuhan modern yang dimiliki kota kuno ini di bidang pariwisata. Selama berada di sana, saya menjumpai banyak orang yang mengenakan kostum warna-warni yang melambai-lambai dan riasan wajah yang halus, berpose anggun dengan latar belakang objek wisata. Ini merupakan bagian dari tren "fotografi perjalanan" yang sedang populer China.

Bersemangat untuk bergabung, saya mengunjungi salah satu dari sekian banyak toko penyewaan kostum yang marak ditemui demi memenuhi keinginan ini.

Terletak di pusat kota Dunhuang, toko Wei Ying menawarkan lebih dari 50 set busana serta mempekerjakan dua penata gaya dan dua fotografer. Sejak dimulainya puncak musim turis, toko itu melayani sekitar lima pelanggan setiap harinya.

"Banyak orang, sebagian besar wanita muda, datang kepada kami setelah melihat unggahan yang sedang tren tentang fotografi perjalanan Dunhuang di media sosial. Saya bahkan mendapatkan dua pelanggan mancanegara pada pekan ini," kata Wei.

Di tengah meningkatnya popularitas wisata edukasi di seantero China, Dunhuang, dengan peninggalan sejarah dan warisan budaya takbendanya yang kaya, telah muncul sebagai tujuan populer bagi rombongan-rombongan tur studi.

Untuk pengunjung yang lebih muda, berbagai objek wisata telah mengembangkan program khusus yang memberi mereka penjelajahan mendalam tentang budaya dan seni Dunhuang.

Ketika mengunjungi Desa Perajin Mogaoli di Dunhuang, yang merupakan basis edukasi kerajinan tradisional Dunhuang, sekelompok siswa sekolah menengah dari Provinsi Sichuan, China barat daya, baru saja menyelesaikan tur mereka.

Para siswa berpartisipasi langsung dalam lokakarya untuk mempelajari kerajinan tangan yang terlibat dalam penciptaan seni gua.

Seniman patung Du Yongwei, yang juga pendiri desa tersebut, mengungkapkan kegembiraannya bahwa kaum muda dapat mempelajari serta membenamkan diri dalam budaya dan seni Dunhuang.

Ketika perjalanan dua hari di Dunhuang akan segera berakhir, tiba-tiba teringat akan sebuah slogan yang saya lihat di papan iklan di pinggir jalan saat memasuki kota: Dunhuang, tempat yang menarik hati semua orang.

Dunhuang benar-benar tempat dengan pesona yang tak lekang oleh waktu. Selama berabad-abad, kota ini telah memikat para pelancong sebagai penghubung penting antarkebudayaan.

Hari ini, kota ini terus memikat hati dengan pengalaman yang semarak dan beraneka ragam yang menghidupkan sejarah dengan cara yang tak terduga dan menyenangkan.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024