"Desa bersinar ini membangun upaya politik masyarakat dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman sosial yang sering terjadi di tengah masyarakat, pada khususnya ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba,"
Batam (ANTARA) - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Marthinus Hukom menyebut pembentukan desa bersih narkoba (Bersinar) sebagai salah satu upaya yang dilakukan pihaknya dalam rangka memperkuat sistem ketahanan sosial masyarakat.
"Desa bersinar ini membangun upaya politik masyarakat dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman sosial yang sering terjadi di tengah masyarakat, pada khususnya ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba," kata Maethinus di Batam, Jumat.
Menurut dia, Kota Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) karena posisinya yang strategis dekat Singapura dan Malaysia berimplikasi pada kecepatan kemajuan pertumbuhan perekonomian perkotaan.
"Wajah Batam hari ini pembangunan kota yang semakin maju tentu akan melahirkan beragam permasalahan sosial, salah satunya adalah permasalahan dan peredaran gelap narkoba," katanya.
Mantan Kadensus 88 Antiteror Polri itu menerangkan sindikat narkoba akan terus mengembangkan dan memperluas jaringan bisnis gelap narkoba di daerah yang pertumbuhan ekonominya terus meningkat.
"Karena motif utama sindikat narkoba adalah mencari keuntungan finansial dengan memperluas sasaran pangsa pasar narkoba," katanya.
Melihat kecenderungan itu, kata dia, mau tidak mau semua pihak harus berani melawan dan memberantas bisnis gelap tersebut.
Marthinus menekan narkoba sebagai ancaman kemanusiaan dan ancaman peradaban manusia. Dampak buruknya secara nyata merusak perkembangan mental manusia, merusak tatanan sosial masyarakat, merusak nilai-nilai moral dan etika generasi bangsa.
"Hal yang harus diketahui bersama bahwa kejahatan narkoba memiliki spektrum permasalahan yang sangat luas sehingga tidak cukup hanya dipandang sebagai persoalan hukum, melainkan harus dipandang secara multidimensi, baik dimensi sosial, budaya, termasuk dimensi politik," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan upaya penindakan narkoba harus bersifat komprehensif dengan memperhatikan berbagai aspek yang menjadi latar belakang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Dia menjelaskan, survei prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun 2023 menunjukkan angka sebesar 1,73 persen atau sekitar 3,33 juta jiwa di mana mayoritas penyalahgunaan kategori coba pakai atau pertama kali mencoba memakai narkoba.
"Faktor memicu utamanya adalah karena tawaran dari teman sebaya dan penasaran ingin mencoba narkoba," ujarnya.
Data survei kata dia, juga menunjukkan adanya peningkatan penyalahgunaan narkoba secara konsisten di kalangan generasi muda atau penduduk berusia 15-24 tajun.
Peningkatan angka penyalahgunaan narkoba juga berkolaborasi dengan peningkatan nilai uang dalam transaksi narkoba yang jumlahnya kurang lebih 524 triliun per tahun.
"Bisa dibayangkan bagaimana masyarakat kita mengeluarkan uang itu untuk kesia-siaan untuk meruak dirinya sendiri," kata Marthinus.
Menurut dia, besarnya jumlah uang yang berputar dalam transaksi gelap narkoba merupakan faktor pemicu sindikat narkoba untuk terus memperluas jangkauan pasar narkoba.
Keuntungan bisnis gelap narkoba yang sangat besar, kata dia, juga dipergunakan sindikat narkoba untuk membangun propaganda dan menaklukkan siapapun yang mengganggu bisnis gelap narkoba tersebut.
Sindikat narkoba tersebut juga terus membangun pola ketergantungannya membangun pola ketergantungan masyarakat kepada sindikat. Sehingga masyarakat yang terpedaya mengikhlaskan diri menjadi cangkang atau pelindung sindikat narkoba tersebut.
"Dengan dukungan finansial yang besar sindikat narkoba memberikan harapan palsu kepada masyarakat yang seakan-akan sindikat narkoba dapat memberikan solusi atas permasalahan kehidupan yang dibutuhkan masyarakat," kata Marthinus.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024