Guangzhou (ANTARA) - Alih-alih sering memeriksa kotak suratnya untuk surat penerimaan perguruan tinggi, Wang Yunyi, seorang lulusan SMA, menerima surat tersebut dari langit.

Pada Senin (15/7) pagi waktu setempat, sebuah kendaraan udara nirawak (unmanned aerial vehicle/UAV) untuk pertama kalinya mengirimkan empat surat penerimaan perguruan tinggi yang dikeluarkan oleh Universitas Teknologi China Selatan kepada empat mahasiswa di Kota Guangzhou, China. Drone tersebut menempuh jarak 25 km dengan memakan waktu sekitar 30 menit, menciptakan skenario baru untuk penerapan UAV di China.

"Saya kagum melihat surat penerimaan saya dikirim dengan menggunakan drone. Rasanya seperti sebuah adegan film yang menjadi kenyataan," kata Wang.

Guangzhou Post, yang merupakan operator dari drone tersebut, telah mengirimkan surat penerimaan perguruan tinggi selama lebih dari 40 tahun, menangani sekitar 550.000 surat setiap tahunnya.

"Ke depannya, akan ada lebih banyak siswa yang dapat merasakan kemajuan teknologi dengan surat penerimaan mereka yang dikirim menggunakan drone," tutur Zou Liwen, selaku manajer di Guangzhou Post.

Dalam beberapa tahun terakhir, drone semakin banyak digunakan dalam membuat klip video, pengiriman ekspres dan makanan, serta pertunjukan drone seiring upaya China untuk memperluas ekonomi ketinggian rendah (low-altitude economy), yang dimasukkan dalam laporan kerja pemerintah negara tersebut untuk pertama kalinya pada Maret tahun ini.

Data dari Administrasi Penerbangan Sipil China (Civil Aviation Administration of China/CAAC) menunjukkan bahwa China memiliki 1,27 juta drone yang terdaftar pada akhir 2023, naik 32,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Waktu terbang untuk drone sipil pada 2023 yang telah diakumulasikan adalah 23,11 juta jam, menunjukkan pertumbuhan secara tahunan (year on year/yoy) sebesar 11,8 persen.

Phoenix Wings, sebuah perusahaan drone untuk kargo di bawah naungan raksasa pengiriman China SF Express, memulai layanan pengiriman buah segar antarprovinsi dengan drone melalui Selat Qiongzhou pada akhir Mei lalu.   

Statistik yang tidak lengkap menunjukkan bahwa China memiliki lebih dari 2.300 perusahaan yang terlibat dalam pengembangan drone sipil pada akhir 2023, dengan lebih dari 1.000 jenis drone dalam produksi massal. Pada 2023 saja, lebih dari 3,17 juta drone sipil dikirimkan di China, serta output di industri manufaktur penerbangan umum tercatat melampaui 51 miliar yuan, meningkat hampir 60 persen (yoy).

Moda transportasi baru ini 70 persen lebih cepat dan 30 persen lebih murah dibandingkan transportasi lintas laut konvensional, sehingga meningkatkan kesegaran buah leci dan manfaat ekonomi di semua sisi.

Data CAAC menunjukkan bahwa skala low-altitude economy China melampaui 500 miliar yuan (1 yuan = Rp2.226) atau sekitar 70 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.160) pada 2023, dan diperkirakan akan mencapai 2 triliun yuan pada 2030.

Semakin banyak drone di angkasa juga memperluas spektrum penerapannya. Ketika banyak wilayah di China sedang berupaya menanggulangi banjir pada musim panas, UAV terlihat berada di garis depan, berpatroli di tanggul-tanggul dan mengirimkan pasokan bantuan bencana ke daerah-daerah yang tergenang banjir.

Di Provinsi Hunan, China tengah, sebuah tanggul di Danau Dongting, danau air tawar terbesar kedua di China, jebol pada awal bulan ini. Sejumlah tim pemadam kebakaran dan penyelamatan di provinsi tersebut mengerahkan 47 armada UAV untuk pengendalian banjir dan bantuan bencana.

Liang Shixin, seorang anggota tim telekomunikasi untuk tanggap darurat di markas pemadam kebakaran dan penyelamatan Provinsi Hunan, mengatakan bahwa dalam sehari, dirinya bisa mengoperasikan UAV sebanyak 12 kali sebagai sarana pelengkap untuk memantau tanggul tersebut.

Berbeda dengan drone konvensional yang sebagian besar dilengkapi dengan kamera, UAV memiliki sensor inframerah termal dan LiDAR, yang mampu memindai tanggul dengan cepat untuk menangkap tanda-tanda pipa yang pecah dan bahaya kebocoran bahkan dalam keadaan gelap, urai Liang.

Pada April, produsen drone China EHang Holdings Limited memperoleh sertifikat produksi untuk sistem kendaraan udara otonomos pengangkut penumpang dari CAAC, dan itu adalah sertifikat produksi pertama yang dikeluarkan di China untuk drone berpenumpang otonomos dan juga yang pertama di industri kendaraan listrik yang lepas landas dan mendarat secara vertikal (electric vertical takeoff and landing/eVTOL) global.

He Tianxing, selaku wakil presiden perusahaan tersebut, mencatat bahwa perluasan low-altitude economy akan semakin mendorong pengembangan industri hulu dan hilir, seperti infrastruktur baru, suku cadang, penyimpanan energi, wisata budaya, dan pendidikan. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024