Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kemkominfo) Freddy Tulung menyebut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) perlu direvisi.
Ia menyebut UU KIP tersebut masih belum diterapkan secara optimal karena hanya mengatur keterbukaan badan publik saja.
“Dengan demikian, konsep demokrasi berbasis partisipasi terpotong karena undang-undang ini hanya membuka, mengatur membuka diri saja. Jadi, pada intinya ada keterbukaan,” katanya di Kantor Komisi Informasi (KI) Pusat, Jakarta, Kamis.
Baca juga: KIP sebut ada 3 pendekatan keterbukaan informasi publik di Indonesia
Ia menjelaskan bahwa keterbukaan informasi publik seharusnya tidak terbatas seperti yang diatur dalam UU KIP karena pada awal pengusulannya, masyarakat sipil berjuang agar masyarakat dilibatkan dalam setiap perumusan kebijakan.
“Kenapa judulnya KMIP, kemerdekaan memperoleh informasi publik? Karena konteksnya mau mendorong partisipasi masyarakat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Payungnya kan itu, tetapi kondisi politik saat itu belum kondusif untuk berbicara dalam konteks kebebasan,” ujarnya merujuk UU KIP masih berupa rancangan undang-undang (RUU) tentang KMIP.
Ia mengatakan, “Jadi, ini makanya saya bilang mohon maaf kalau saya bilang setengah publik. Itu karena hanya badan publik yang diatur. Tidak berdampak secara signifikan ya pada masyarakat secara keseluruhan, bukan berarti tidak ada dampaknya, tetapi tidak optimal.”
Oleh sebab itu, ia menyebut lebih baik merevisi daripada mempertahankan undang-undang yang tidak mewujudkan partisipasi publik lebih optimal.
Baca juga: KI Pusat susun buku kajian sejarah UU KIP
Sebelumnya, KIP tengah menyusun buku mengenai kajian sejarah UU KIP. Komisioner Bidang Penelitian dan Dokumentasi KIP Rospita Vici Paulyn menjelaskan penyusunan buku tersebut diperlukan seiring dengan perjalanan panjang menuju keterbukaan informasi publik telah ditempuh lebih dari satu dasawarsa, tetapi catatan resmi yang menggambarkan berbagai peristiwa bersejarah, terutama terkait keberadaan KI, masih terbatas.
“Oleh karena itu, penting bagi KI Pusat untuk menyusun berbagai potongan sejarah dan kajian agar dapat menjadi bahan pelajaran bagi generasi selanjutnya,” kata Rospita di Kantor KI Pusat, Jakarta, Kamis.
Berdasarkan naskah UU KIP, disebutkan bahwa peraturan tersebut disahkan pada 30 April 2008 oleh Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, dan diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada saat itu, Andi Mattalatta.
Baca juga: KIP: Indonesia miliki 122 badan publik informatif
Baca juga: KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik 2023 alami kenaikan 0,97 poin
Baca juga: KIP utamakan kepentingan masyarakat dalam keterbukaan informasi
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024