Medan (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia menyusun Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Masyarakat Hukum Adat yang dianggap menjadi kekuatan legal baru untuk melindungi hak dan kewajiban masyarakat adat di Indonesia.

"Komnas HAM ingin melindungi masyarakat adat dari persoalan seperti kriminalisasi. Di dalamnya nanti terdapat soal hak-hak dan kewajiban masyarakat adat serta batas-batas apa saja yang diterapkan untuk mereka sebagai bagian dari Pemerintah Indonesia," ujar Komisioner Komnas HAM RI Saurlin Siagian di Medan, Kamis.

Saurlin melanjutkan, satu hal penting lain dari SNP itu adalah untuk menjabarkan soal identifikasi masyarakat adat.

Persoalan tersebut dianggap Komnas HAM sesuatu yang penting lantaran identifikasi apakah kelompok tertentu masyarakat adat atau bukan beberapa kali menjadi sumber polemik di tengah masyarakat terutama ketika berhubungan dengan korporasi dan konsesi.

"Oleh karena itu, kami ingin SNP ini nantinya menjadi panduan bagi publik, khususnya masyarakat adat, dan pihak lain seperti kementerian," tutur Saurlin.

Menurut dia, kekuatan baru dari Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Masyarakat Hukum Adat adalah peraturan itu hadir di tengah belum kokohnya regulasi negara untuk masyarakat adat.

Saat ini, perlindungan masyarakat adat di Indonesia bersandar ke Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat 2 yang berbunyi, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang".

Sejatinya, pemerintah sudah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat. Akan tetapi, RUU tersebut tidak juga disahkan meski sudah menjadi bagian Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI.

"Kami berharap RUU itu disahkan karena umurnya sudah sekitar 15 tahun. Namun, meski begitu, SNP Hak Masyarakat Hukum Adat ini ada untuk melengkapi undang-undang itu ketika telah disahkan," kata Saurlin.

Dia menyatakan, Komnas HAM terus menyusun SNP tentang Hak Masyarakat Hukum Adat itu dengan mendengar masukan dari berbagai pihak di beberapa daerah termasuk Sumatra Utara.

Dalam prosesnya, Komnas HAM berkonsultasi dengan akademisi, perwakilan masyarakat adat dan perangkat daerah setempat.

"Kami juga memakai referensi-referensi hukum yang ada, meliputi pula konstitusi dan konvensi-konvensi internasional yang sudah diratifikasi pemerintah. Kami menargetkan SNP ini selesai tahun 2024," ujar Saurlin.

Sebelumnya, Komnas HAM sudah menyusun 12 SNP seperti tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan; Kebebasan Berkumpul dan Berorganisasi; Hak atas Kesehatan; Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi; Pembela HAM; Hak atas Tanah dan Sumber Daya Alam; Hak Memperoleh Keadilan; Pemulihan Hak Hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat; Hak Untuk Bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat; Hak Atas Tempat Tinggal yang Layak; Kelompok Rentan dalam Pemilihan Umum; dan Tanggung Jawab Korporasi terhadap Pemenuhan HAM.
Baca juga: Komnas HAM terjun langsung tangani kasus kematian wartawan di Karo
Baca juga: Keluarga wartawan tewas di Karo mengadu ke Komnas HAM
Baca juga: Komnas HAM akan selidiki terkait tewasnya wartawan Tribrata TV

Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024