London (ANTARA) - Sebuah studi terbaru menemukan bahwa remaja di Inggris Raya mengonsumsi sekitar dua pertiga kalori harian mereka dari makanan ultraproses (ultra-processed foods/UPF), yang berpotensi meningkatkan risiko kesehatan.

Dalam studi yang dipublikasikan pada Rabu (17/7) dalam European Journal of Nutrition tersebut, para peneliti dari Universitas Cambridge dan Universitas Bristol menganalisis data dari diari makanan selama empat hari yang dibuat oleh hampir 3.000 remaja dalam Survei Diet dan Nutrisi Nasional Inggris Raya yang berlangsung selama satu dekade mulai 2008. Mereka menemukan bahwa rata-rata 66 persen asupan energi remaja berasal dari konsumsi makanan ultraproses selama periode itu.

"Temuan kami jelas menunjukkan bahwa makanan ultraproses menjadi aspek mayoritas dalam pola makan remaja, dan konsumsi mereka berada pada level yang jauh lebih tinggi dari level ideal, mengingat potensi dampak negatifnya terhadap kesehatan," kata penulis utama studi tersebut dari Unit Epidemiologi Dewan Riset Medis (Medical Research Council Epidemiology Unit) di Universitas Cambridge Dr. Yanaina Chavez-Ugalde.
 
   Penjual menyajikan donat di Festival Donat Wilayah Orange di Annaheim, Amerika Serikat, 20 Oktober 2019. (ANTARA/Xinhua/Li Ying)


Menurut studi tersebut, makanan ultraproses, yang merupakan produk makanan yang dibuat dari zat-zat industri dan mengandung bahan aditif seperti pengawet, pemanis, pewarna, dan perasa, cenderung mengindikasikan kualitas pola makan yang buruk dan dianggap sebagai salah satu pendorong utama peningkatan penyakit global seperti obesitas, diabetes tipe 2, dan kanker.

Chavez-Ugalde menyatakan bahwa pola makan remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk lingkungan rumah, promosi yang mereka lihat, dan pengaruh dari teman mereka, seraya menambahkan bahwa masa remaja adalah "masa yang penting dalam hidup kita ketika perilaku mulai tertanam dalam diri."
 
Orang-orang membeli makanan di Hyde Park Winter Wonderland di London, Inggris Raya, pada 2 Desember 2017. (ANTARA/Xinhua/Han Yan)  


Terlepas dari tingginya tingkat asupan energi dari makanan olahan, para peneliti mengamati adanya penurunan tipis dalam konsumsi makanan ultraproses selama periode studi itu. Mereka berpendapat bahwa hal ini sebagian dapat dijelaskan oleh peningkatan kesadaran masyarakat dan masalah kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi gula, kampanye yang dipimpin pemerintah, pajak gula di negara-negara lain, dan reformulasi minuman manis untuk mengurangi kandungan gula

Salah satu penulis senior dalam studi ini, Dr. Zoi Toumpakari dari Universitas Bristol, mengatakan bahwa mereka berharap temuan mereka dapat "membantu memandu para pembuat kebijakan dalam merancang kebijakan yang lebih efektif untuk melawan efek negatif dari konsumsi makanan ultraproses di kalangan pemuda dan efek riak yang ditimbulkannya terhadap kesehatan masyarakat".

Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024