Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi memastikan pihaknya tetap akan menyalurkan pupuk bersubsidi kepada petani meski kontrak pertama senilai Rp26,7 triliun akan habis di Juli 2024.

"Jadi, komitmen kami bersama dengan pemerintah sambil proses anggarannya itu diselesaikan, Pupuk Indonesia akan terus menyalurkan pupuk," kata Rahmad di sela-sela Focus Group Discussion (FGD) 'Membangun Sistem Kebijakan Pupuk Subsidi yang Lebih Adaptif dan Efektif Demi Menjaga Ketahanan Pangan Nasional' yang digelar di Jakarta, Rabu.

Pupuk Indonesia mendapat tugas dari pemerintah melalui Kementerian Pertanian agar menyalurkan pupuk subsidi dengan total sebesar 9,55 juta ton atau senilai Rp54 triliun di tahun 2024.

Namun, dari tugas tersebut Pupuk Indonesia baru melakukan kontrak pertama dengan volume 4,7 juta ton dengan nilai kontrak Rp26,7 triliun. Kontrak tersebut akan habis di Juli ini.

Rahmad mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sudah melaporkan hal itu kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Pupuk Indonesia saat ini ini juga sedang menggarap administrasi untuk kontrak lanjutan.

Ia menegaskan bahwa meskipun kontrak lanjutan belum ada, tetapi Pupuk Indonesia sebagai BUMN tidak akan membiarkan petani kesulitan sehingga penyaluran masih akan terus berlanjut. Hal itu juga sesuai arahan dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

"Saya tahu persis Menteri Pertanian all out langsung di hari yang sama saya laporkan, menelpon Presiden (Joko Widodo), menelpon Menteri Keuangan dan sudah disepakati. Dan kesepakatan-kesepakatan tingkat menteri itu kemudian kami juga sudah diinstruksikan untuk tidak berhenti menyalurkan (pupuk subsidi)," jelasnya.

Baca juga: Pemerintah: Subsidi pupuk organik antisipasi dampak perubahan iklim

Baca juga: Pupuk Indonesia usul 13 perbaikan kebijakan pupuk subsidi hulu-hilir


Dia menyebutkan, sekitar 150 kabupaten akan habis alokasi pupuk subsidinya pada Juli ini. Pupuk Indonesia berkomitmen akan tetap menyalurkan sesuai dengan Permentan atau alokasi yang sudah disepakati melalui Pokja Pupuk yang dipimpin oleh Kemenko Perekonomian.

"Jadi itu acuannya, bahwa hitungan kontrak antara PI (Pupuk Indonesia) dengan pemerintah kita selesaikan, tapi petani tidak boleh dirugikan," tegasnya.

Menurut dia, jika secara normatif maka Pupuk Indonesia bisa saja hanya menyalurkan sesuai dengan kontrak. Tapi karena keadaan darurat, genting, di mana Indonesia membutuhkan produksi pertanian yang tidak boleh terganggu, maka distribusi pupuk akan terus dilakukan.

"Kami pun sepakat dengan pemerintah, kontraknya urusan kami dengan pemerintah. Tapi sudah ada kebijakan Pak Presiden (Jokowi) dengan alokasi itu, itu jadi acuannya. Mudah-mudahan tentunya pasti ada proses bagaimana kalau kita menagih subsidi. Tapi kami meyakini pemerintah juga akan all out, tidak akan membiarkan petani akan kesulitan," katanya.

Pemerintah telah menetapkan alokasi subsidi pupuk secara nasional naik menjadi 9,55 juta ton atau meningkat dua kali lipat dari yang sebelumnya 4,7 juta ton.

Penambahan alokasi subsidi pupuk ini tertuang pada Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 249 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Permentan Nomor 10 Tahun 2022.

"Jadi bukan alokasi yang 9,55 juta ton yang habis, tapi kontrak yang berdasarkan alokasi pertama, itu yang volumenya sudah habis. Tapi kan kita tidak boleh mengorbankan administratif karena hal yang lebih substantif. Subtantifnya adalah kita harus mendorong produktivitas pertanian," kata Rahmad.

Baca juga: Pupuk Indonesia berharap ada penyederhanaan penagihan pupuk subsidi

Baca juga: Pakar tekankan pendataan akurat dalam skema bantuan langsung petani


Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024