Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera menilai, penambahan subsidi untuk pupuk organik dapat menjadi salah satu cara dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim.

Menurut dia, penggunaan pupuk organik mampu meningkatkan produktivitas pertanian serta mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

“Kita juga mengintroduksi lagi pupuk organik yang dulu kita pakai, namun sempat terhenti beberapa tahun ke belakang, kita reintro lagi,” kata Dida dalam acara Focus Group Discussion (FGD) 'Membangun Sistem Kebijakan Pupuk Subsidi yang Lebih Adaptif dan Efektif Demi Menjaga Ketahanan Pangan Nasional' yang digelar di Jakarta, Rabu.

Sebagai informasi, Pemerintah telah menambah alokasi dan jenis pupuk subsidi untuk petani. Melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 249 Tahun 2024, petani yang berhak menebus pupuk subsidi bisa menebus pupuk organik.

Sebelumnya, sejak Juni 2022 pupuk yang disubsidi pemerintah adalah Urea dan NPK, namun pada pertengahan 2023 Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan supaya pupuk organik disubsidi kembali.

Dida menyebut, dalam Conference of the Parties 28 (COP-28) di Dubai, Presiden Jokowi bersama 130 kepala negara lain sepakat bahwa untuk mengantisipasi perubahan iklim, transformasi sistem pangan yang signifikan perlu dilakukan.

Hal ini karena permasalahan pangan di satu negara dapat berdampak terhadap negara lain. Ia memberikan contoh saat fenomena El Nino melanda yang berimbas pada kebijakan larangan ekspor untuk mencukupi kebutuhan pangan masing-masing.

“Kita kekurangan produksi pertanian, kita untuk mendapatkan akses impor itu tidak gampang karena negara-negara mem-banned dari negaranya karena untuk mencukupi kebutuhan pangan masing-masing,” ujarnya.

Baca juga: Presiden sebut pupuk tersedia menunjang peningkatan produksi petani

Baca juga: Pemerintah targetkan penerapan Bantuan Langsung Petani pada 2026


Maka dari itu Dida menilai penggunaan pupuk organik menjadi salah satu kunci dalam meningkatkan produktivitas pertanian sekaligus menguatkan ketahanan pangan nasional.

“Oleh karena hal ini sangat penting dan krusial, dan salah satu tools untuk menjadi kunci produktivitas pertanian untuk pangan kita adalah pupuk ini, nah ini kita tidak henti-hentinya berupaya merevitalisasi mulai dari simplifikasi, perbaikan data juga kita upayakan,” jelas Dida.

Agar berjalan dengan tepat sasaran, hingga saat ini Pemerintah berupaya melakukan perbaikan data dan menyederhanakan proses administrasi guna memastikan keberhasilan program ini.

Adapun Pemerintah tahun ini akan menambah alokasi pupuk subsidi menjadi 9,55 juta ton dari sebelumnya 4,7 ton. Selain itu, Pemerintah juga tengah menggodok transformasi subsidi pupuk menjadi Bantuan Langsung Petani (BLP).

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati menyampaikan, BLP akan mulai dimplementasikan pada 2026.

"Kita untuk setahun ke depan mungkin kita masih piloting tadi mekanisme mana-mana yang bisa diperbaiki. Jadi titik lemahnya kita sudah tau, tapi mudah-mudahan 2026 kita bisa nasionalkan," kata Vivi.

Perbedaan utama dalam transformasi kebijakan tersebut terdapat pada penyaluran subsidi yang menggunakan mekanisme bantuan langsung ke para petani. Apabila sebelumnya bantuan berupa subsidi barang, kebijakan yang baru menjadi transfer langsung (direct cash transfer).

"Intinya kita ingin me-reform subsidi dari produsen ke orang, jadi kita menyebutnya Bantuan Langsung Petani. Ini arahan Bapak Presiden," ujarnya.

Baca juga: Pupuk Indonesia usul 13 perbaikan kebijakan pupuk subsidi hulu-hilir

Baca juga: Anggota DPR RI usulkan subsidi pupuk pascapanen bagi petani

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024