Jakarta (ANTARA) - PT Pupuk Indonesia (Persero) merancang 13 usulan terkait kebijakan pupuk subsidi dari hulu hingga hilir bagi pemerintahan baru, sehingga bisa lebih efektif ke depannya dalam meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia menuju swasembada pangan.

"Beberapa usulan kami terhadap perbaikan kebijakan pupuk bersubsidi. Mulai dari perencanaan bahan baku produksi, distribusi, dan penagihan," kata Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi di sela Focus Group Discussion (FGD) 'Membangun Sistem Kebijakan Pupuk Subsidi yang Lebih Adaptif dan Efektif Demi Menjaga Ketahanan Pangan Nasional yang digelar di Jakarta, Rabu.

Sebanyak 13 usulan Pupuk Indonesia untuk perbaikan kebijakan pupuk bersubsidi dari produksi hingga penagihan, yakni pertama penegasan tujuan dan sasaran subsidi pupuk, kedua pemutakhiran data kebutuhan pupuk secara berkelanjutan.

Ketiga, penganggaran berbasis kebutuhan; keempat penggunaan harga indeks pasar untuk pembentukan nilai subsidi; kelima alokasi individu oleh KPA, bukan pemerintah kabupaten/kota; keenam jaminan pasokan gas untuk produksi pupuk demi ketahanan pangan; ketujuh kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) jangka panjang untuk produksi pupuk.

Kedelapan, BUMN pupuk menjamin pasokan kebutuhan pupuk bersubsidi nasional, penentuan stok nasional, izin ekspor dipermudah; kesembilan skema penyaluran melalui distributor/kios atau langsung ke petani; ke-10 pengaturan gudang yang dinamis dan efisien.

Ke-11, yakni audit HPP per tiga bulan, audit per tahun, audit kebutuhan pupuk per tiga tahun; ke-12 pembayaran piutang subsidi paling lambat satu tahun anggaran; dan ke-13 digitalisasi integrasi.

"Kami melakukan transformasi pupuk subsidi mumpung akan ada pemerintahan baru dimana pemerintah yang sekarang juga sangat fokus dan pemerintah yang akan datang juga akan fokus dengan ketahanan pangan," ujarnya.

Rahmad mencontohkan perlunya kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) jangka panjang untuk produksi pupuk.

Dia bercerita pada tahun sebelumnya, Pupuk Iskandar Muda diminta oleh Kementerian Pertanian untuk menyediakan dan menyalurkan pupuk subsidi di wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

Untuk memproduksi pupuk yang diminta, membutuhkan bahan baku. Dimana bahan baku ditentukan melalui Keputusan Menteri ESDM. Namun, pada saat diperlukan produsen tersebut di dalam Kepmen itu tidak bisa memproduksi.

Rahmad mengaku bahwa saat itu pihaknya sebenarnya bisa saja menyuplai dari Pupuk Kaltim atau yang lainnya, hanya saja tidak bisa karena rayonisasi yang diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan.

Pada akhirnya pihaknya mencari gas di harga komersial untuk memproduksi pupuk subsidi.

Tetapi hal itu justru menjadi persoalan karena ternyata pada saat menagih gas yang digunakan tidak boleh dari harga komersial.

"Menurut saya sangat kompleks. Jadi, saya sangat mendukung pemerintah yang sekarang terus menerus untuk melakukan kebijakan pembaharuan pupuk subsidi," kata Rahmad.

Baca juga: Pupuk Indonesia digitalisasi produksi-distribusi demi layanan efisien
Baca juga: Pupuk Indonesia dukung pengembangan lahan pertanian di Merauke
Baca juga: Pupuk Indonesia gandeng Bulog memperkuat kerja sama program Makmur

 

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024