Pangkalpinang (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia merumuskan pembenahan tata kelola penambangan bijih timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung agar penambangan di daerah penghasil bijih timah nomor dua terbesar di dunia itu sesuai peraturan berlaku.

"Kami mencoba merumuskan tata kelola penambangan ke depan harus sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku," kata Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis Nasional Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejagung Patris Yusran Jaya, di Pangkalpinang, Rabu.

Baca juga: Kejagung dorong Kementerian ESDM terbitkan Juknis IPR timah Babel

Ia mengatakan pembenahan tata kelola penambangan ini tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus melibatkan semua pihak karena urusan penambangan ini sangat kompleks melibatkan Kementerian ESDM sebagai regulator, melibatkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) sebagai pihak yang menentukan izin pinjam pakai kawasan hutan.

Selain itu, kata dia, pembenahan tata kelola penambangan ini juga harus melibatkan Kementerian KLH sebagai pihak yang mengeluarkan analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal), melibatkan Kementerian Perhubungan untuk mengatur lalu lintas hasil tambang di pelabuhan, Kementerian Investasi, Dirjen Pajak dan instansi terkait lainnya yang berkaitan dengan pertambangan ini.

"Tata kelola penambangan ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri oleh pemerintah provinsi, penegak hukum, Kementerian ESDM, tetapi harus melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan penambangan ini," ujarnya.

Menurut dia, dengan banyaknya dalam pengurusan ini, sehingga para pelaku penambangan ini akan sangat repot dalam mengurus usaha tambangnya dari kementerian satu ke kementerian lainnya hanya untuk satu urusan.

Misalnya, kata Patris, pelaku usaha tambang ini sudah mendapatkan izin usaha penambangan (IUP) produksi dan dia harus melakukan produksi, tetapi dia harus ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Perdagangan, Investasi, ESDM dan mengurus pajak dan lainnya.

"Selama ini yang banyak terjadi di lapangan banyak oknum yang menamakan dirinya sebagai konsultan," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Kejagung di Kementerian ESDM banyak gerombolan orang yang menamakan dirinya sebagai konsultan. Tidak akan pernah lulus permohonan itu, jika tidak melalui konsultan tersebut.

"Konsultan ini membuat suatu perjanjian dengan pelaku penambangan dan perjanjiannya seperti orang selingkuh, kenapa begitu karena lucu isi perjanjian tersebut," katanya.

Ia menyebutkan isi perjanjian oknum konsultan dengan pelaku penambangan itu bahwa pihak pertama sebagai pelaku pemilik perusahaan tambang dengan ini sepakat dengan pihak kedua selaku konsultan pengurusan perizinan pertambangan bersepakat, pertama pihak pertama membayar biaya sebesar sekian miliar rupiah kepada pihak kedua dalam pengurusan tambang ini.

Selanjutnya, pihak pertama dan kedua sepakat bahwa apa yang tercantum dalam perjanjian ini tidak boleh diketahui oleh pihak lainnya. Pihak pertama dan kedua sepakat apabila masih ada kekurangan biaya maka pihak pertama menyanggupi membayar kekurangan biaya tersebut.

"Macam-macam isi perjanjiannya, tetapi perjanjiannya yang aneh dan itu suatu mata rantai yang terjadi di situ, sehingga masing-masing konsultan ini memiliki akses tersendiri ke dalam kementerian tersebut dan ini dipelihara," katanya. 

Baca juga: Kejagung nilai tambang timah tradisional di Babel legal
Baca juga: Kejagung: Kementerian ESDM ragu terbitkan RKAB tambang timah
Baca juga: Kejagung RI sebut penyidikan kasus korupsi timah tidak ada kendala

Pewarta: Aprionis
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024